Nih yang perlu makalah untuk nyelesaiin tugas mengenai mata kuliah Menejemen Berbasis Sekolah langsung saja cek di bawah... Selamat membaca..
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) di Indonesia muncul karena fakta menunjukkan bahwa
kualitas pendidikan di Indonesia rendah. Rendahnya kualitas pendidikan ini
ditandai dengan adanya beberapa indikator, seperti: pelajar dan mahasiswa
Indonesia tidak dapat bersaing di taraf internasional, peringkat sekolah dan
perguruan tinggi di Indonesia belum bisa menduduki peringkat papan atas,
lulusan sekolah dan perguruan tinggi tidak sanggup berkompetisi dalam mereput
pasaran kerja nasional ataupun internasional, dan yang paling parah lagi
lulusan pendidikan di Indonesia tidak dapat membentuk manusia yang bertanggung
jawab.
Oleh sebab itu,
diadakan reformasi dalam dunia pendidikan dimana terjadi perubahan pengelolaan
sekolah dari pusat atau daerah ke sekolah. Reformasi ini diperlukan karena
kinerja sekolah selama puluhan
tahun tidak dapat menunjukkan peningkatan yang
berarti dalam memenuhi tuntutan perubahan lingkungan sekolah. MBS merupakan
terobosan dalam meningkatkan mutu pendidikan dengan melibatkan orang tua, guru
dan masyarakat sekitar untuk mengontrol dalam proses pendidikan dan memiliki tanggung
jawab untuk mengambil keputusan tentang anggaran, personel, dan kurikulum.
Pentingnya
pengetahuan akan perkembangan pendidikan menuntut semua pihak (pemerintah
pusat/daerah, dewan sekola dan pengawas sekolah, kepala sekolah, guru dan
administrator, serta orang tua dan masyarakat) harus mengetahui apa
sesungguhnya manajemen berbasis sekolah itu, bagaimana kepemimpinan yang
efektif, faktor pendukung kesuksesan implementasi dan bentuk implementasi dari
manajemen berbasis sekolah sehingga diharapkan MBS ini dapat membantu
meningkatkan mutu pendidikan khususnya di Indonesia.
1.2
RUMUSAN
MASALAH
Adapun rumusan masalah
yang terkait dalam manajemen berbasis sekolah adalah sebagai berikut:
a. Peran
masing-masing pihak dalam manajemen berbasis sekolah.
b. Kepemimpinan
yang efektif dalam manajemen berbasis sekolah.
c. Faktor
pendukung kesuksesan implementasi manajemen berbasis sekolah.
d. Implementasi
manajemen berbasis sekolah di Indonesia.
1.3
TUJUAN
Adapun
tujuan yang terkait dalam manajemen berbasis sekolah yang penulis sebagai
berikut:
a. Untuk
mengetahui peran masing-masing pihak dalam manajemen berbasis sekolah.
b. Untuk
mengetahui kepemimpinan yang efektif dalam manajemen berbasis sekolah.
c. Untuk
mengetahui faktor pendukung kesuksesan implementasi manajemen berbasis sekolah.
d. Untuk
mengetahui implementasi manajemen berbasis sekolah di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Peran Masing-Masing Pihak dalam
Manajemen Berbasis Sekolah
Dalam manajemen
berbasis sekolah (MBS), masing-masing pihak yang terkait dengan penyelenggaraan
pendidikan di sekolah harus memiliki peran yang sama penting. Masing-masing
pihak yang dimaksud adalah sebagai berikut:
2.1.1
Peran
Kantor Pendidikan Pusat dan Daerah
Peran dan fungsi Departemen Pendidikan
di Indonesia sesuai era otonomi daerah menurut Peraturan Pemerintah No.25 Tahun
2000 menyebutkan bahwa tugas pemerintah pusat antara lain menetapkan standar
kompetensi siswa dan negara, pengaturan kurikulum nasional dan sistem penilaian
hasil belajar, penetapan pedoman pelaksanaan pendidikan, penetapan pedoman
pembiayaan pendidikan, penetapan persyaratan, perpindahan, sertifikasi siswa,
warga belajar dan mahasiswa, menjaga kelangsungan proses pendidikan yang
bermutu, menjaga kesetaraan mutu antardaerah kabupaten/kota dan antardaerah
provinsi agar tidak terjadi kesenjangan yang mencolok, menjaga keberlangsungan
pembentukan budi pekerti, semangat kebangsaan dan jiwa nasionalisme melalui
program pendidikan.
Peran pemerintah daerah adalah
memfasilitasi dan membantu staf sekolah atas tindakan yang akan dilakukan
sekolah. Pemerintah daerah bertugas mengembangkan kinerja staf sekolah dan
kinerja siswa. Dalam kaitannya dengan kurikulum, kantor pemerintah daerah menspesifikasi
tujuan, sasaran dan hasil yang diharapkan kemudian memberikan kesempatan kepada
sekolah menentukan metode untuk menghasilkan mutu pembelajaran sesuai yang
diinginkan. Bahkan banyak daerah sudah mulai menyerahkan pemilihan buku
pelajaran kepada sekolah di daerahnya tersebut.
Ada beberapa tugas dan fungsi yang
dijalankan oleh Dinas Kabupaten/Kota, adalah sebagai berikut:
1. Evaluator dan inovator,
yaitu mengevaluasi potensi daerah kabupaten/kota tersebut yang kemudian
dijadikan alat untuk melakukan inovasi pendidikan.
2. Motivator,
yaitu memberikan motivasi kepada para kepala sekolah dengan memberikan
penghargaan atas suatu keberhasilan dan memberikan hukuman atas suatu
kekeliruan dalam menjalankan tugas.
3. Standardisator,
yaitu bersama-sama dengan para kepala sekolah membuat standar mutu berdasarkan
keputusan daerah tersebut, kebutuhan nasional dan kebutuhan global.
4. Informan,
yaitu menyampaikan informasi kepada para kepala sekolah mengenai segala
kebijakan pendidikan di kabupaten/kota tesebut. Selain itu, juga sebagai
penampung informasi dari bawah untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam
mengambil keputusan pendidikan.
5. Delegator,
yaitu yang mendelegasi tugas dan tanggung jawab ke sekolah masing-masing dalam
pengambilan keputusan, pembinaan sumber daya manusia, pemberian penghargaan serta
hukuman serta berbagai informasi.
6. Koordinator,
yaitu mengkoordinasikan program-program pendidikan di daerah kabupaten/kota
tersebut dengan kabupaten/kota lain sehingga tidak terjadi kesenjangan mutu
antar kabupaten/kota.
2.1.2
Peran
Dewan sekolah dan Pengawas Sekolah
Dewan sekolah memiliki peran dalam
menentukan kebijakan sekolah, visi dan misi sekolah dengan mengacu pada
ketentuan nasional dan daerah. Oleh karena itu, anggota dewan sekolah sebaiknya
diisi oleh mereka yang mampu menganalisis kebijakan pendidikan, mampu melakukan
komunikasi dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta memiliki
wawasan yang luas tentang pendidikan di daerahnya. Dewan sekolah sebagai wadah
yang diharapkan bisa menyatukan seluruh komponen sekolah. Oleh karena itu, pimpinan
dewan sekolah dipilih dari mereka yang benar-benar memiliki kemampuan
kepemimpinan dan bukan kemampuan manajerial. Karena fungsi dewan bukanlah
fungsi structural dimana tugas-tugas yang diberikan kepada para anggota dewan
sekolah didasari atas kepentingan bersama.
Pengawas sekolah juga berperan sebagai
fasilitator antara kebijakan pemerintah daerah kepada masing-masing sekolah.
Pengawas sekolah memberikan kesempatan untuk mengembangkan profesionalisme staf
sekolah, melakukan eksperimen metode pengajaran, bertindak sebagai model dalam
melaksanaan MBS dengan cara melakukannya sendiri dan menciptakan jalur
komunikasi antar sekolah dan staf pemerintahan daerah. Peran pengawas sekolah
harus diarahkan pada fungsi supervise dalam makna yang sebenarnya, yaitu
memberikan bantuan dan pengarahan kepada guru dan staf sekolah bila menemui
kesulitan.
2.1.3
Peran
Kepala Sekolah
Kepala sekolah sebagai figure kunci dalam mendorong
perkembangan dan kemajuan sekolah. Kepala sekolah tidak hanya meningkatkan
tanggung jawab dan otoritasnya dalam program-program sekolah, kurikulum dan
keputusan personal, melainkan juga memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan
akuntabilitas keberhasilan siswa dan programnya. Bila dikaji lebih dalam, peran
kepala sekolah memiliki banyak fungsi antara lain sebagai berikut:
1. Evaluator,
yaitu melakukan pengukuran seperti kehadiran, kerajinan dan pribadi para guru,
tenaga kependidikan, administrator sekolah dan siswa. Data yang diperoleh
dikumpulkan kemudian dilakukan evaluasi. Evaluasi bisa dilakukan, misalnya
terhadap program, perlakuan guru terhadap siswa, hasil belajar, perlengkapan
belajar dan latar belakang guru.
2. Manajer,
yaitu melakukan proses perencanaan, pengorganisasian, penggerak dan pengontrol
(planning, organizing, actuating and
controlling).
a. Perencanaan,
yaitu menetapkan tujuan dan strategi untuk mencapai tujuan tersebut.
b. Pengorganisasian,
yaitu mendesain dan membuat struktur organisasi baik dalam memilih orang-orang
yang kompeten dalam menjalankan pekerjaan dan mencari sumber-sumber daya pendukung
yang paling sesuai.
c. Penggerak,
yaitu mempengaruhi orang lain agar bersedia menjalankan tugasnya secara
sukarela dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan.
d. Pengontrol,
yaitu membandingkan apakah yang dilaksanakan telah sesuai dengan yang direncanakan.
3. Administrator,
yaitu (1) sebagai pengendali struktur organisasi seperti mengendalikan
bagaimana cara pelaporan, dengan siapa tugas tersebut harus dikerjakan dan
dengan siapa berinteraksi dalam mengerjakan tugas tersebut. (2) melaksanakan administrasi substantive
yang mencakup administrasi kurikulum, kesiswaan, personalia, keuangan, sarana,
hubungan dengan masyarakat dan administrasi umum.
4. Supervisor,
yaitu memberikan pembinaan atau bimbingan kepada para guru dan tenaga
kependidikan serta administrator lainnya. Supervisor bisa dilakukan ke dalam
kelas atau dalam kantor tempat orang-orang bekerja.
5. Leader,
yaitu menggerakkan orang lain agar secara sadar dan sukarela melaksanakan
kewajibannya secara baik sesuai dengan yang diharapkan pimpinan dalam rangka
mencapai tujuan.
6. Innovator,
yaitu melaksanakan pembaharuan terhadap pelaksanaan pendidikan di. Misalnya
pembaharuan kurikulum dengan memperhatikan potensi dan kebutuhan daerah tempat
sekolah tersebut berada.
7. Motivator,
yaitu memberikan motivasi kepada guru, tenaga kependidikan dan administrator
sehingga mereka bersemangat dalam menjalankan tugasnya dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan.
2.1.4
Peran
Para Guru dan Administrator
Pemberdayaan dan akuntabilitas guru adalah syarat
penting dalam manajemen berbasis sekolah. Guru memiliki pengaruh dalam
pengambilan keputusan dengan berpartisipasi dalam perencanaan, pengembangan,
monitoring, dan meningkatkan program pengajaran di dalam sekolah.
Peran guru adalah sebagai rekan kerja, pengambilan
keputusan, dan pengimplementasi program pengajaran (Cheng, 1996). Agar para
guru memiliki peranan yang lebih besar dalam pengelolaan sekolah, maka perlu dilakukan
desentralisasi pengetahuan. Terdapat dua jenis pengetahuan yang penting untuk
dimiliki para guru. Pertama, pengetahuan
yang penting dengan tanggung jawab partisipan sekolah di dalam rangka MBS. Yang
termasuk pengetahuan ini adalah cara mengorganisasi pertemuan-pertemuan,
bagaimana cara membuat anggaran. Kedua,
berkaitan dengan pengajaran dan perubahan-perubahan program sekolah, diantaranya
mencangkup pengetahuan tentang pengajaran, pembelajaran dan kurikulum.
Cheng (1996) juga mengemukakan bahwa peran
administrator sekolah dalam MBS adalah pengembang dan pemimpin dalam mencapai
tujuan. Mereka mengembangkan tujuan-tujuan baru untuk sekolah menurut situasi
dan kebutuhannya. Selain itu, administrator juga memimpin warga sekolah untuk
mencapai tujuan dan kolaborasi dan terlibat penuh dalam fungsi sekolah. Mereka
juga memperbesar sumber daya untuk perkembangan sekolah.
2.1.5
Peran
Orang Tua dan Masyarakat
Peran orang tua sebagai partner dan pendukung, dimana mereka ikut berpartisipasi dalam
kegiatan sekolah, mendidik siswa secara kooperatif, berusaha membantu
perkembangan yang sehat kepala sekolah dengan memberi sumbangan sumber dalam
bentuk daya dan informasi, mendukung dan melindungi sekolah pada saat mengalami
kesulitan dan krisis.
Keikutsertaan keluarga dan masyarakat dalam
pendidikan memiliki banyak keuntungan (Rhoda, 1986) yaitu:
1. Pencapaian
akademik dan perkembangan kognitif siswa dapat berkembang secara signifikan.
2. Orang
tua dapat mengetahui perkembangan anaknya dalam proses pendidikan di sekolah.
3. Orang
tua akan menjadi guru yang baik dirumah dan bisa menerapkan formula-formula
positif untuk pendidikan anaknya.
4. Akhirnya
orang tua memiliki sikap dan pandangan positif terhadap sekolah.
Selain hal di atas keuntungan lain dari
keikutsertaan keluarga dalam pendidikan adalah menumbuhkan rasa percaya diri
siswa dan meningkatkan hubungan baik antara siswa dan orang tua. Keikutsertaan
tokoh masyarakat juga memiliki peran yang penting dalam demi kemajuan
pendidikan, antara lain sebagai berikut:
1. Penggerak,
yaitu dengan membentuk badan kerjasama pendidikan dengan menghimpun masyarakat
peduli terhadap pendidikan. Salah satu caranya dengan membentuk Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) peduli pendidikan.
2. Informan
dan Penghubung, yaitu
menginformasikan harapan dan kepentingan masyarakat kepada sekolah dan
menginformasikan kondisi sekolah, baik kekurangan maupun kelebihan sekolah
kepada masyarakat sehingga masyarakat tahu secara persis keadaan sekolah.
3. Koordinator,
yaitu mengkoordinasikan kepentingan sekolah dengan kebutuhan bisnis di
lingkungan masyarakat tersebut agar siswa-siswa sekolah diberi kesempatan untuk
praktik dan magang kerja di industri yang terkait.
4. Pengusul,
yaitu mengusulkan kepada pemerintah daerah agar dilakukan pajak untuk
pendidikan. Artinya, lembaga bisnis dan individu dikenai pajak untuk pendanaan
pendidikan sehingga lembaga pendidikan semakin maju dan bermutu.
2.2
Kepemimpinan yang Efektif dalam Manajemen
Berbasis Sekolah
Berkaitan dengan karakteristik kepala sekolah di era MBS ini maka Slamet
P.H (2000), mengidentifikasi tujuh belas karakteristik, yaitu :
1. Visi, misi, strategi.
2. Kemampuan mengorganisasikan dan menyerasikan
sumber daya dengan tujuan.
3. Kemampuan mengambil keputusan secara terampil.
4. Toleransi terhadap perbedaan pada setiap
orang, tetapi tidak toleran terhadap orang-orang yang meremehkan kualitas,
prestasi, standar dan nilai-nilai.
5. Memobilisasi sumber daya.
6. Memerangi musuh-musuh kepala sekolah.
7. Menggunakan sistem sebagai cara berfikir,
mengelola dan menganalisis sekolah.
8. Menggunakan input manajemen.
9. Menjalankan perannya sebagai manajer, pemimpin,
pendidik, wirausahawan, regulator, penyelia, pencipta iklim kerja,
administrator, pembaru dan pembangkit motivasi.
10. Melaksanakan dimensi-dimensi tugas, proses,
lingkungan dan keterampilan personal.
11. Menjalankan gejala empat serangkai, yaitu
merumuskan sasaran, melakukan analisis dan mengupayakan langkah-langkah untuk
meniadakan persoalan.
12. Menggalang team work yang cerdas dan kompak.
13. Mendorong kegiatan-kegiatan kreatif.
14. Mencipkatan sekolah belajar.
15. Menerapkan manajemen berbasis
sekolah.
16. Memusatkan perhatian pada pengelolaan proses
belajar mengajar.
17. Memberdayakan sekolah.
2.2.1
Kepemimpinan Sekolah
Menurut
Arif Rahman Tanjung (2006), kepemimpinan
yang baik tentunya sangat berdampak pada tercapai tidaknya tujuan organisasi karena
pemimpin memiliki pengaruh terhadap kinerja yang dipimpinnya. Selain pemimpin
yang berpengaruh terhadap yang dipimpinnya, sebaliknya orang-orang yang terlibat dalam hubungan tersebut
menginginkan sebuah perubahan sehingga pemimpin diharapkan mampu menciptakan
perubahan yang signifikan dalam sekolah dan bukan mempertahankan status quo.
Selanjutnya, perubahan tersebut bukan merupakan sesuatu yang diinginkan
pemimpin, tetapi lebih pada tujuan yang diinginkan dan dimiliki bersama.
Dalam kepemimpinan sekolah, MacGilchrist
,et al
(2004) mengembangkan sembilan kecerdasan pemimpin yang
dibutuhkan sekolah untuk memimpin guru, tenaga kependidikan dan peserta didik.
Adapun kesembilan kecerdasan itu adalah
sebagai berikut :
1.
Kecerdasan etika,
yaitu: adil, hormat kepada orang lain, menjunjung tinggi
kebenaran dan bertanggung jawab.
2.
Kecerdasan spiritual,
yaitu: mencari makna hidup, berakhlak mulia.
3.
Kecerdasan konstekstual,
yaitu: memahami lingkungan lokal, regional, nasional dan global.
4.
Kecerdasan operasional,
yaitu: berpikir strategis, mengembangkan perencanaan, mengatur
manajemen, dan mendistribusikan kepemimpinan.
5.
Kecerdasan emosional,
yaitu: mengenal diri sendiri, mengenal diri orang lain, mampu
mengendalikan emosi dan mengembangkan kepribadian.
6.
Kecerdasan kolegial,
yaitu: komitmen terhadap tujuan bersama, mengetahui kreasi,
pembelajaran multilevel dan membangun kepercayaan.
7.
Kecerdasan refleksif,
yaitu: menyediakan waktu untuk refleksi, evaluasi diri dan
menerima umpan balik untuk perbaikan.
8.
Kecerdasan pedagogik, yaitu: mengembangkan visi baru dan tujuan pembelajaran,
meningkatkan kompetensi mengajar, sikap keterbukaan, dan bersikap mendidik.
9.
Kecerdasan sistematik,
yaitu: member contoh model mental, berpikir sistematis, mengorganisasi
diri sendiri, dan mengefektifkan jaringan kerja.
Kepemimpinan sekolah memiliki pengertian hubungan yang
saling mempengaruhi di antara pemimpin yang dalam hal ini adalah kepala sekolah
dan pengikut atau staf yang dalam hal ini adalah staf guru, staf pegawai, yang
menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya. Tujuan
bersama yang dimaksudkan disini adalah tujuan untuk mewujudkan visi dan misi
sekolah.
Salah satu kunci penting yang menentukan keberhasilan
sekolah dalam mencapai tujuannya adalah kepala sekolah. Keberhasilan kepala
sekolah dalam mencapai tujuannya secara dominan ditentukan oleh kehandalan
manajemen sekolah yang bersangkutan, sedangkan keandalan manajeman sekolah
sangat di pengaruhi oleh kapasitas kepemimpinan kepala sekolahnya. Hal ini
tidak berarti peranan kepala sekolah hanya sekedar sebagai pemimpin karena masih banyak peranan yang lainnya.
Kepemimpinan kepala sekolah menurut teori mutakhir haruslah memiliki 25 kompetensi yaitu penyusunan
program sekolah, monitoring dan evaluasi, manajemen kelembagaan, kompetensi
manajerial, manajeman sarana dan prasarana, pengembangan diri, manajemen
hubungan sekolah dengan masyarakat, wawasan kependidikan, memahami sekolah
sebagai
sistem, manajemen tenaga kependidikan, supervisi pendidikan, manajemen kesiswaan, memberdayakan sumber
daya, manajeman waktu, manajemen bimbingan dan konseling, laporan akuntabilitas
kinerja sekolah, jiwa kepemimpinan sekolah, koordinasi, memahami budaya
sekolah, menyusun dan melaksanakan regulasi sekolah, sistem informasi
manajemen, proses pengambilan keputusan, akreditasi sekolah, manajemen
keuangan, dan yang terakhir adalah memiliki dan melaksanakan kreatifitas
inovasi dan jiwa kewirausahaan.
2.2.2
Pemilihan
Kepala Sekolah
Kepala sekolah dapat diartikan sebagai seorang guru yang mempunyai kemampuan
untuk memimpin segala sumber daya yang ada pada suatu sekolah sehingga dapat digunakan secara
maksimal untuk mencapai tujuan bersama. Sehingga kepemimpinan kepala sekolah
memiliki makna kemampuan yang dimiliki kepala sekolah dalam mempengaruhi dan
memberdayakan segala sumber daya sekolah secara maksimal agar terarah untuk
mencapai tujuan bersama.
Syarat-syarat menjadi Kepala Sekolah menurut Permendiknas no. 13 tahun 2007 tentang
“Standar Kepala sekolah dan Madrasah”. Bahwa Syarat menjadi Kepala Sekolah
harus memiliki Kualifikasi Umum dan Khusus serta kompetensi dimensi.
Selengkapnya dapat dilihat syarat-syarat menjadi Kepala Sekolah:
A.
Kualifikasi
Kualifikasi Kepala Sekolah/Madrasah terdiri atas
Kualifikasi Umum, dan Kualifikasi Khusus.
1.
Kualifikasi Umum Kepala
Sekolah/Madrasah adalah sebagai berikut:
b.
Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1)
atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan pada perguruan
tinggi yang terakreditasi;
c.
Pada waktu diangkat
sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun;
d.
Memiliki pengalaman
mengajar sekurang-kurangnya5 (lima) tahun menurut jenjang sekolah
masing-masing, kecuali di Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal(TK/RA) memiliki
pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA; dan
e.
Memiliki pangkat
serendah-rendahnya III/c bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi non-PNS
disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang
berwenang.
2.
Kualifikasi Khusus
Kepala Sekolah/Madrasah meliputi:
1.
Kepala Sekolah Menengah
Atas/Madrasah Aliya (SMA/MA) adalah sebagai berikut:
a.
Berstatus sebagai guru
SMA/MA;
b.
Memiliki sertifikat
pendidik sebagai guru SMA/MA;dan
c.
Memiliki sertifikat
kepala SMA/MA yang diterbitkanoleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.
2. Kepala Sekolah Menengah
Kejuruan/Madrasah AliyahKejuruan (SMK/MAK) adalah sebagai berikut:
a.
Berstatus sebagai guru
SMK/MAK;
b.
Memiliki sertifikat
pendidik sebagai guru SMK/MAK; dan
c.
Memiliki sertifikat
kepala SMK/MAK yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.
B. Kompetensi
Dimensi
1. Kepribadian
a.
Berakhlak mulia,
mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia
bagi komunitas disekolah/madrasah.
b.
Memiliki integritas
kepribadian sebagai pemimpin.
c.
Memiliki keinginan yang
kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah.
d.
Bersikap terbuka dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsi.
e.
Mengendalikan diri
dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah.
f.
Memiliki bakat dan
minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.
2.
Manajerial
a. Menyusun
perencanaan sekolah untuk berbagai tingkatan perencanaan.
b. Mengembangkan
organisasi sekolah sesuai kebutuhan.
c. Memimpin
sekolah dalam rangka pendayagunaan sumber daya secara optimal.
d. Mengelola
perubahan dan pengembangan sekolah menuju organisasi pembelajaran yang efektif.
e. Menciptakan
budaya dan iklim sekolah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran.
f. Mengelola
guru dan staf dalam rangka pendayagunaan SDM secara optimal.
g. Mengelola
sarana dan prasarana sekolah dalam rangka pendayagunaan secara optimal.
h. Mengelola
hubungan sekolah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber
belajar dan pembiayaan sekolah/madrasah.
i.
Mengelola peserta didik
dalam rangka PBS, penempatan dan pengembangan kapasitas siswa.
j.
Mengelola pengembangan
kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai arah dan tujuan Diknas.
k. Mengelola
keuangan sekolah sesuai prinsip akuntasi, transparan dan efesien.
l.
Mengelola ketatausahaan
sekolah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah.
m. Mengelola
unit layanan khusus sekolah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan siswa.
n. Mengelola
sistem informasi sekolah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan
keputusan.
o. Memanfaatkan
kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan menajemen.
p. Melakukan
monev dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah dengan prosedur yang
tepat serta merencanakan tindak lanjutnya.
3. Kewirausahaan
a.
Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah.
b.
Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah sebagai organisasi
pembelajar yang efektif.
c.
Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok
dan fungsinya.
d.
Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi
kendala.
e.
Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa
sekolah sebagai sumber belajar siswa.
4. Supervisi
a.
Merencanakan program supervise akademik dalam rangka peningkatan
profesionalisme guru.
b.
Melaksanakan supervise akademik dengan menggunakan pendekatan dan teknik
supervise yang tepat.
c.
Menindaklanjuti hasil supervise akademik terhadap guru dalam rangka
peningkatan profesionalisme guru.
5. Sosial
a.
Bekerjasama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah.
b.
Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
c.
Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.
2.2.3 Proses Pengambilan
Keputusan dalam Manajemen Berbasis Sekolah
Dalam manajemen berbasis sekolah, apabila terjadi
permasalahan dalam sekolah maka perlu adanya proses pengambilan keputusan yang
rasional. Menurut Robbins model pengambilan keputusan yang rasional melalui
enam langkah yaitu: (1) menetapkan masalah, (2) mengidentifikasi kriteria
keputusan, (3) mengalokasikan bobot kriteria, (4) mengembangkan alternatif, (5)
mengevaluasi alternatif dan (6) memlih alternatif terbaik.
Bagaimana keputusan dibuat pada tingkat sekolah
dalam kerangka MBS ini? Terdapat empat langkah dalam proses pengambilan
keputusan yaitu:
1. Mula-mula
sekolah membentuk dewan sekolah yang terdiri dari kepala sekolah, perwakilan
guru, orang tua siswa, anggota masyarakat, staf sekolah dan siswa.
2. Dewan sekolah melakukan pengukuran kebutuhan (need assessment) sekolah.
3. Dewan
sekolah mengembangkan perencanaan tindakan yang mencakup tujuan dan sasaran
yang terukur.
4. Langkah
selanjutnya adalah mengambil keputusan yang bisa dilakukan dengan dua cara,
yaitu (1) dewan sekolah memberi saran-saran kepada kepala sekolah, yang
selanjutnya kepala sekolah yang memutuskannya, (2) dewan sekolah mengambil
keputusan sendiri. Kepala sekolah memiliki peran yang besar dalam proses
pengambilan keputusan seperti ini.
Pengambilan
keputusan rasional membutuhkan kreatifitas, yaitu kemampuan menggabungkan
gagasan dalam satu cara yang unik, atau untuk membuat asosiasi yang luar biasa
diantara gagasan-gagasan. Kreatifitas memungkinkan pengambil keputusan lebih
menghargai dan memahami masalah, termasuk melihat masalah yang tidak dapat
dilihat oleh orang lain. Nilai yang paling jelas dari kreatifitas adalah
membantu pengambil keputusan untuk mengidentifikasi semua alternatif yang dapat
dilihat. Oleh sebab itu peran seorang pemimpin dan pihak dewan sekolah sangat
membantu dan berperan penting dalam proses pengambilan keputusan.
2.3 Faktor Pendukung Kesuksesan Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Suatu
program yang dicanangkan tidak akan berjalan dan berhasil secara maksimal
apabila tidak tersedia berbagai faktor pendukung. Faktor pendukung bisa berasal
dari internal maupun eksternal. Ada pun faktor pendukung itu, ialah sebagai
berikut :
2.3.1
Strategi Sukses Implementasi MBS
Pada dasarnya, tidak ada satu strategi khusus yang jitu
dan bisa menjamin keberhasilan implementasi MBS di semua tempat dan kondisi.
Oleh karena itu, secara umum dapat disimpulkan bahwa implementasi MBS akan
berhasil melalui strategi-strategi berikut ini :
1.
Sekolah harus
memiliki otonomi terhadap empat hal, yaitu dimilikinya otonomi dalam kekuasan
dan kewenangan,
pengembangan pengetahuan dan keterampilan secara berkesinambungan, akses
informasi ke segala bagian dan pemberian penghargaan kepada setiap pihak yang
berhasil.
2.
Adanya peran serta
masyarakat secara aktif dalam hal pembiayaan, proses pengambilan keputusan
terhadap kurikulum dan intruksional serta non-intruksional.
3.
Adanya kepemimpinan
sekolah yang kuat sehingga mampu menggerakkan dan mendayagunakan setiap sumber
daya sekolah secara efektif terutama kepala sekolah harus menjadi sumber
inspirasi atas pembangunan dan pengembangan sekolah secara umum.
4.
Adanya proses
pengambilan keputusan yang demokratis dalam kehidupan dewan sekolah yang aktif.
5.
Semua pihak harus
memahami peran dan tanggung jawabnya secara sungguh-sungguh.
6.
Adanya guidelines dari Departemen Pendidikan
terkait sehingga mampu mendorong proses pendidikan disekolah secara efisien dan
efektif.
7.
Sekolah harus
memiliki transparansi dan akuntabilitas yang minimal diwujudkan dalam laporan
pertanggungjawaban setiap tahunnya.
8.
Penerapan MBS harus
diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah dan lebih khusus lagi adalah
meningkatkan pencapaian belajar siswa.
9.
Implementasi
diawali dengan sosialisasi dari konsep MBS, identifikasi peran masing-masing,
pembangunan kelembagaan (capacity
building) mengadakan pelatihan-pelatihan terhadap peran barunya,
implementasi pada proses pembelajaran, evaluasi atas pelaksanaan di lapangan
dan dilakukan perbaikan-perbaikan.
2.3.2
Masalah dan Kegagalan dalam Implementasi MBS
Dalam implementasi MBS juga dihadapi beberapa masalah
seperti kurangnya pengetahuan berbagai pihak tentang bagaimana MBS dapat bekerja dengan baik. Juga masalah kekurangan keterampilan untuk
mengambil keputusan, ketidakmampuan dalam berkomunikasi, kurangnya kepercayaan
antarpihak dan ketidakjelasan peraturan tentang keterlibatan masing-masing
pihak.
Wohlstetter dan Mohrman (1996) menyatakan terdapat empat
macam kegagalan Implementasi MBS yaitu :
1.
Penerapan MBS hanya
sekedar mengadopsi model apa adanya tanpa upaya kreatif.
2.
Kepala sekolah
bekerja berdasarkan agendanya sendiri tanpa memperhatikan aspirasi seluruh
anggota dewan sekolah.
3.
Kekuasaan
pengambilan keputusan terpusat pada satu pihak dan cenderung semena-mena.
4.
Menganggap
bahwa MBS adalah hal biasa dengan tanpa
usaha yang serius akan berhasil dengan sendirinya.
Menurut Taruna, ada empat
pemicu
masalah yang mendorong
pentingnya konsep MBS untuk dilaksanakan disekolah-sekolah, yaitu
:
1.
Empat pilar tujuan
pendidikan tidak terlaksana dengan baik karena sistem penyelenggaraan yang sentralistik.
2.
Kepala sekolah
selama ini tidak berbuat banyak untuk kegiatan belajar mengajar, tetapi lebih
mementingkan administrasi dan kedinasan.
3.
Guru membuat kegiatan
belajar mengajar di kelas
menjadi sangat formal, mengajar secara kaku dan buah dari semua itu adalah kegiatan belajar mengajar berlangsung
dengan sangat berat atau menekan.
4.
Akumulasi dari
ketiga hal diatas tercermin dalam kualitas pendidikan yang cenderung rendah/kurang
baik.
2.3.3
Strategi Membentuk Akuntabilitas Sekolah
Pada era desentralisasi, otonomi dan keterbukaan ini, semua pihak sepakat bahwa akuntabilitas publik itu penting. Soemidihardjo
(2001) menyatakan bahwa terdapat tiga pilar utama yang menjadi
prasyarat terbangunnya akuntabilitas, yaitu sebagai berikut :
1.
Adanya transparansi
dalam menetapkan kebijakan dengan menerima masukan dan mengikutsertakan
berbagai institusi.
2.
Adanya standar
kinerja yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang.
3.
Adanya partisipasi
untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan pelayanan
masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya yang murah dan pelayanan yang cepat.
Sementara itu Darling Hammond
(1989) menguraikan aspek-aspek akuntabilitas pendidikan yang lebih mengarah
pada akuntabilitas kelembagaan dan infrastruktur, yaitu political, legal, bureaucratic, professional dan market.
1.
Pendidikan memiliki
akuntabilitas politik bila anggota dewan sekolah dan seluruh staf dan para
pengambil kebijakan diangkat berdasarkan pemilihan secara demokratis.
2.
Pendidikan memiliki
akuntabilitas legal bila pendiriannya telah memenuhi persyaratan hukum sehingga bisa memenuhi tuntutan dan klaim berbagai pihak terkait.
3.
Pendidikan memiliki
akuntabilitas birokratik bila telah memenuhi prosedur yang telah digariskan
pemerintah sehingga menjamin bahwa pendidikan memenuhi standar dan sesuai
dengan prosedur yang ada.
4.
Akuntabilitas
professional pendidikan diperoleh bila guru dan semua staf pendidikan memiliki
pengetahuan sesuai dengan spesifikasinya, lulus ujian sertifikasi
dan memegang standar praktik profesi.
Educational Resources
Information Center (ERIC-1984) lebih condong pada akuntabilitas muatan dan
proses dalam menilai akuntabilitas pendidikan. Akuntabilitas pendidikan
sedikitnya memiliki empat macam model, yaitu :
1.
Program mastery learning mengharuskan setiap
siswa untuk menguasai kemampuan secara spesifik dalam aspek pengetahuan,
keterampilan psikomotorik dan
sikap.
2.
Program competency-based education selain
mengharuskan siswa menguasai materi pelajaran secara sekuensial juga
mengharuskan siswa untuk mendemontrasikan kemampuan, keterampilan atau tingkah
lakunya dalam menjalankan tugas-tugas, aktivitas dan pekerjaan khusus.
3.
Program curriculum tracking yang dilakukan
dengan cara mengetahui struktur kurikulum dan alur siswa menguasai materi
pelajaran.
4.
Program minimum competencies adalah program yang
kebanyakan digunakan untuk mengukur akuntabilitas pendidikan.
Akhirnya lembaga pendidikan yang akuntabel dengan didukung oleh personel, proses
dan isi yang akuntabel akan menghasilkan siswa yang
akuntabel sehingga tercapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Bila
institusi terjadinya jual beli gelar. Pemerintah tidak perlu repot menerbitkan
lembaga-lembaga pendidikan jadi-jadian yang tidak jelas penanggungjawabnya.
Untuk itu perlu adanya lembaga independen yang benar-benar
akuntabel guna memantau dan menilai akuntabilitas lembaga
pendidikan
2.4 Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di
Indonesia
Indonesia sudah
mulai menerapkan model manajemen berbasis sekolah yang disebut Manajemen
Pendidikan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). MPMBS dapat diartikan sebagai model
manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas
kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan
masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan
nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Agar berjalannya
implementasi manajemen sekolah di Indonesia yang baik, maka harus ada peran
dari berbagai pihak dalam menjalankan manajemen sekolah sehingga mampu
menentukan input, proses maupun output yang baik. Input adalah segala sesuatu
yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sejumlah
input sekolah yaitu visi, misi, tujuan, sasaran, struktur organisasi, input
manajemen dan input sumber. Proses adalah berubahnya sesuatu menjadi sesuatu
yang lain. Proses sekolah yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan,
proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, dan proses belajar
mengajar. Sedangkan output diukur dari kinerja sekolah yaitu pencapaian atau
prestasi yang dihasilkan oleh proses sekolah. Kinerja sekolah dapat di ukur
dari efektivitas, kualitas, produktivitas, efisiensi, inovasi, kualitas
kehidupan kerja dan moral kerja. Sehingga apabila hal diatas berjalan dengan
baik dan terarah maka akan menghasilkan outcome yang berkualitas.
Kasus
Salah satu
hambatan yang dialami dalam penerapan menajemen berbasis sekolah yang dalam
tesis M. Husen AB (2006) yang berjudul “hambatan-hambatan
yang dihadapi kepala sekolah SMA Negeri Kabupaten Bireun dalam penerapan
manajemen berbasis sekolah’’, adalah belum adanya
kesesuain antara jumlah guru dengan kebutuhan guru.
Pendapat (Solusi)
Masalah belum
adanya kesesuaian antara jumlah guru dengan kebutuhan guru merupakan masalah
yang sangat riskan, menurut kelompok kami ini dapat ditanggulangi jika
pemerintah mengambil kebijakan dengan melakukan mutasi yaitu kegiatan
memindahkan tenaga kerja dari satu tempat kerja ke tempat kerja lain, dari
sekolah yang kebanyakan tenaga kerja ke sekolah yang kekurangan tenaga kerja.
Selain
itu Kebijakan Kementrian Pendidikan Nasional untuk mengatasi kekurangan tenaga pendidik sekarang
dilaksanakannya Program SM-3T (Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan
Tertinggal) sebagai salah satu Program Maju Bersama
Mencerdaskan Indonesia ditujukan kepada para Sarjana Pendidikan yang belum
bertugas sebagai guru, untuk ditugaskan selama satu tahun pada daerah 3T.
Program SM-3T dimaksudkan untuk membantu mengatasi kekurangan guru, sekaligus
mempersiapkan calon guru profesional yang tangguh, mandiri, dan memiliki sikap
peduli terhadap sesama, serta memiliki jiwa untuk mencerdaskan anak bangsa,
agar dapat maju bersama mencapai cita-cita luhur seperti yang diamanahkan oleh
para pendiri bangsa Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
1. Dibutuhkan
peran dari masing masing pihak dalam melaksanakan manajemen berbasis sekolah
(MBS) baik kantor pendidikan pusat dan daerah, dewan sekolah dan pengawas
sekolah, kepala sekolah, guru beserta administratornya dan juga orang tua serta
masyarakat.
2.
Adanya kepemimpinan
sekolah yang baik dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah yaitu harus
memiliki 9 kecerdasan yakni: memiliki Kecerdasan etika, Kecerdasan spiritual,
Kecerdasan konstekstual,
Kecerdasan operasional,
Kecerdasan emosional,
Kecerdasan kolegial,
Kecerdasan refleksif,
Kecerdasan pedagogik,
Kecerdasan sistematik.
3.
Faktor pendukung
kesuksesan implementasi manajemen berbasis sekolah yaitu: adanya dukungan/political will dari pemerintah, dukungan
financial dari pemerintah dan masyarakat, kesediaan sumber daya yang dapat
mendukung jalannya implementasi MBS, budaya sekolah yang mendukung kesuksesan
implementasi MBS, memiliki kepemimpinan yang efektif, sekolah sebagai
organisasi harus perlu dikembangakan dan ditingkatkan.
4.
Untuk mencapai hasil
yang baik, maka perlu diadakan struktur yang baik dalam memperbaiki mutu
pendidikan di sekolah dengan memberikan input, proses dan output yang baik agar
menghasilkan outcome yang berkualitas.
3.2
SARAN
Harus ada upaya
dari seluruh pihak yang bersangkutan baik kantor pendidikan pusat dan daerah,
dewan sekolah dan pengawas sekolah, kepala sekolah, guru beserta
administratornya dan juga orang tua serta masyarakat dalam upaya meningkatkan
mutu sekolah dalam hal pendidikan. Hal ini dimaksudkan agar nantinya mutu pendidikan
di sekolah lebih baik dari sebelumnya. Bahkan diharapkan siswa nantinya mampu
memiliki daya saing dalam industry pekerjaan baik nasional maupun
internasional. Dengan meningkatnya mutu pendidikan di Indonesia maka secara
tidak langsung juga dapat meningkatkan taraf hidup warga Indonesia.
No comments:
Post a Comment