menu123

Friday, September 25, 2015

Menejemen Berbasis Sekolah


Nih yang perlu makalah untuk nyelesaiin tugas mengenai mata kuliah Menejemen Berbasis Sekolah langsung saja cek di bawah... Selamat membaca..
BAB I
PENDAHULUAN
1.1        LATAR BELAKANG
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di Indonesia muncul karena fakta menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia rendah. Rendahnya kualitas pendidikan ini ditandai dengan adanya beberapa indikator, seperti: pelajar dan mahasiswa Indonesia tidak dapat bersaing di taraf internasional, peringkat sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia belum bisa menduduki peringkat papan atas, lulusan sekolah dan perguruan tinggi tidak sanggup berkompetisi dalam mereput pasaran kerja nasional ataupun internasional, dan yang paling parah lagi lulusan pendidikan di Indonesia tidak dapat membentuk manusia yang bertanggung jawab.
Oleh sebab itu, diadakan reformasi dalam dunia pendidikan dimana terjadi perubahan pengelolaan sekolah dari pusat atau daerah ke sekolah. Reformasi ini diperlukan karena kinerja sekolah selama puluhan
tahun tidak dapat menunjukkan peningkatan yang berarti dalam memenuhi tuntutan perubahan lingkungan sekolah. MBS merupakan terobosan dalam meningkatkan mutu pendidikan dengan melibatkan orang tua, guru dan masyarakat sekitar untuk mengontrol dalam proses pendidikan dan memiliki tanggung jawab untuk mengambil keputusan tentang anggaran, personel, dan kurikulum.
Pentingnya pengetahuan akan perkembangan pendidikan menuntut semua pihak (pemerintah pusat/daerah, dewan sekola dan pengawas sekolah, kepala sekolah, guru dan administrator, serta orang tua dan masyarakat) harus mengetahui apa sesungguhnya manajemen berbasis sekolah itu, bagaimana kepemimpinan yang efektif, faktor pendukung kesuksesan implementasi dan bentuk implementasi dari manajemen berbasis sekolah sehingga diharapkan MBS ini dapat membantu meningkatkan mutu pendidikan khususnya di Indonesia.


1.2        RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang terkait dalam manajemen berbasis sekolah adalah sebagai berikut:
a.       Peran masing-masing pihak dalam manajemen berbasis sekolah.
b.      Kepemimpinan yang efektif dalam manajemen berbasis sekolah.
c.       Faktor pendukung kesuksesan implementasi manajemen berbasis sekolah.
d.      Implementasi manajemen berbasis sekolah di Indonesia.

1.3        TUJUAN
Adapun tujuan yang terkait dalam manajemen berbasis sekolah yang penulis sebagai berikut:
a.       Untuk mengetahui peran masing-masing pihak dalam manajemen berbasis sekolah.
b.      Untuk mengetahui kepemimpinan yang efektif dalam manajemen berbasis sekolah.
c.       Untuk mengetahui faktor pendukung kesuksesan implementasi manajemen berbasis sekolah.
d.      Untuk mengetahui implementasi manajemen berbasis sekolah di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Peran Masing-Masing Pihak dalam Manajemen Berbasis Sekolah
Dalam manajemen berbasis sekolah (MBS), masing-masing pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan di sekolah harus memiliki peran yang sama penting. Masing-masing pihak yang dimaksud adalah sebagai berikut:

2.1.1        Peran Kantor Pendidikan Pusat dan Daerah
Peran dan fungsi Departemen Pendidikan di Indonesia sesuai era otonomi daerah menurut Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2000 menyebutkan bahwa tugas pemerintah pusat antara lain menetapkan standar kompetensi siswa dan negara, pengaturan kurikulum nasional dan sistem penilaian hasil belajar, penetapan pedoman pelaksanaan pendidikan, penetapan pedoman pembiayaan pendidikan, penetapan persyaratan, perpindahan, sertifikasi siswa, warga belajar dan mahasiswa, menjaga kelangsungan proses pendidikan yang bermutu, menjaga kesetaraan mutu antardaerah kabupaten/kota dan antardaerah provinsi agar tidak terjadi kesenjangan yang mencolok, menjaga keberlangsungan pembentukan budi pekerti, semangat kebangsaan dan jiwa nasionalisme melalui program pendidikan.
Peran pemerintah daerah adalah memfasilitasi dan membantu staf sekolah atas tindakan yang akan dilakukan sekolah. Pemerintah daerah bertugas mengembangkan kinerja staf sekolah dan kinerja siswa. Dalam kaitannya dengan kurikulum, kantor pemerintah daerah menspesifikasi tujuan, sasaran dan hasil yang diharapkan kemudian memberikan kesempatan kepada sekolah menentukan metode untuk menghasilkan mutu pembelajaran sesuai yang diinginkan. Bahkan banyak daerah sudah mulai menyerahkan pemilihan buku pelajaran kepada sekolah di daerahnya tersebut.
Ada beberapa tugas dan fungsi yang dijalankan oleh Dinas Kabupaten/Kota, adalah sebagai berikut:
1.      Evaluator dan inovator, yaitu mengevaluasi potensi daerah kabupaten/kota tersebut yang kemudian dijadikan alat untuk melakukan inovasi pendidikan.
2.      Motivator, yaitu memberikan motivasi kepada para kepala sekolah dengan memberikan penghargaan atas suatu keberhasilan dan memberikan hukuman atas suatu kekeliruan dalam menjalankan tugas.
3.      Standardisator, yaitu bersama-sama dengan para kepala sekolah membuat standar mutu berdasarkan keputusan daerah tersebut, kebutuhan nasional dan kebutuhan global.
4.      Informan, yaitu menyampaikan informasi kepada para kepala sekolah mengenai segala kebijakan pendidikan di kabupaten/kota tesebut. Selain itu, juga sebagai penampung informasi dari bawah untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan pendidikan.
5.      Delegator, yaitu yang mendelegasi tugas dan tanggung jawab ke sekolah masing-masing dalam pengambilan keputusan, pembinaan sumber daya manusia, pemberian penghargaan serta hukuman serta berbagai informasi.
6.      Koordinator, yaitu mengkoordinasikan program-program pendidikan di daerah kabupaten/kota tersebut dengan kabupaten/kota lain sehingga tidak terjadi kesenjangan mutu antar kabupaten/kota.   

2.1.2        Peran Dewan sekolah dan Pengawas Sekolah
Dewan sekolah memiliki peran dalam menentukan kebijakan sekolah, visi dan misi sekolah dengan mengacu pada ketentuan nasional dan daerah. Oleh karena itu, anggota dewan sekolah sebaiknya diisi oleh mereka yang mampu menganalisis kebijakan pendidikan, mampu melakukan komunikasi dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta memiliki wawasan yang luas tentang pendidikan di daerahnya. Dewan sekolah sebagai wadah yang diharapkan bisa menyatukan seluruh komponen sekolah. Oleh karena itu, pimpinan dewan sekolah dipilih dari mereka yang benar-benar memiliki kemampuan kepemimpinan dan bukan kemampuan manajerial. Karena fungsi dewan bukanlah fungsi structural dimana tugas-tugas yang diberikan kepada para anggota dewan sekolah didasari atas kepentingan bersama.
Pengawas sekolah juga berperan sebagai fasilitator antara kebijakan pemerintah daerah kepada masing-masing sekolah. Pengawas sekolah memberikan kesempatan untuk mengembangkan profesionalisme staf sekolah, melakukan eksperimen metode pengajaran, bertindak sebagai model dalam melaksanaan MBS dengan cara melakukannya sendiri dan menciptakan jalur komunikasi antar sekolah dan staf pemerintahan daerah. Peran pengawas sekolah harus diarahkan pada fungsi supervise dalam makna yang sebenarnya, yaitu memberikan bantuan dan pengarahan kepada guru dan staf sekolah bila menemui kesulitan.
2.1.3        Peran Kepala Sekolah
Kepala sekolah sebagai figure kunci dalam mendorong perkembangan dan kemajuan sekolah. Kepala sekolah tidak hanya meningkatkan tanggung jawab dan otoritasnya dalam program-program sekolah, kurikulum dan keputusan personal, melainkan juga memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan akuntabilitas keberhasilan siswa dan programnya. Bila dikaji lebih dalam, peran kepala sekolah memiliki banyak fungsi antara lain sebagai berikut:
1.      Evaluator, yaitu melakukan pengukuran seperti kehadiran, kerajinan dan pribadi para guru, tenaga kependidikan, administrator sekolah dan siswa. Data yang diperoleh dikumpulkan kemudian dilakukan evaluasi. Evaluasi bisa dilakukan, misalnya terhadap program, perlakuan guru terhadap siswa, hasil belajar, perlengkapan belajar dan latar belakang guru.
2.      Manajer, yaitu melakukan proses perencanaan, pengorganisasian, penggerak dan pengontrol (planning, organizing, actuating and controlling).
a.       Perencanaan, yaitu menetapkan tujuan dan strategi untuk mencapai tujuan tersebut.
b.      Pengorganisasian, yaitu mendesain dan membuat struktur organisasi baik dalam memilih orang-orang yang kompeten dalam menjalankan pekerjaan dan mencari sumber-sumber daya pendukung yang paling sesuai.
c.        Penggerak, yaitu mempengaruhi orang lain agar bersedia menjalankan tugasnya secara sukarela dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan.
d.      Pengontrol, yaitu membandingkan apakah yang dilaksanakan telah sesuai dengan yang direncanakan.
3.      Administrator, yaitu (1) sebagai pengendali struktur organisasi seperti mengendalikan bagaimana cara pelaporan, dengan siapa tugas tersebut harus dikerjakan dan dengan siapa berinteraksi dalam mengerjakan tugas tersebut. (2) melaksanakan administrasi substantive yang mencakup administrasi kurikulum, kesiswaan, personalia, keuangan, sarana, hubungan dengan masyarakat dan administrasi umum.
4.      Supervisor, yaitu memberikan pembinaan atau bimbingan kepada para guru dan tenaga kependidikan serta administrator lainnya. Supervisor bisa dilakukan ke dalam kelas atau dalam kantor tempat orang-orang bekerja.
5.      Leader, yaitu menggerakkan orang lain agar secara sadar dan sukarela melaksanakan kewajibannya secara baik sesuai dengan yang diharapkan pimpinan dalam rangka mencapai tujuan.
6.      Innovator, yaitu melaksanakan pembaharuan terhadap pelaksanaan pendidikan di. Misalnya pembaharuan kurikulum dengan memperhatikan potensi dan kebutuhan daerah tempat sekolah tersebut berada.
7.      Motivator, yaitu memberikan motivasi kepada guru, tenaga kependidikan dan administrator sehingga mereka bersemangat dalam menjalankan tugasnya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

2.1.4        Peran Para Guru dan Administrator
Pemberdayaan dan akuntabilitas guru adalah syarat penting dalam manajemen berbasis sekolah. Guru memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan dengan berpartisipasi dalam perencanaan, pengembangan, monitoring, dan meningkatkan program pengajaran di dalam sekolah.
Peran guru adalah sebagai rekan kerja, pengambilan keputusan, dan pengimplementasi program pengajaran (Cheng, 1996). Agar para guru memiliki peranan yang lebih besar dalam pengelolaan sekolah, maka perlu dilakukan desentralisasi pengetahuan. Terdapat dua jenis pengetahuan yang penting untuk dimiliki para guru. Pertama, pengetahuan yang penting dengan tanggung jawab partisipan sekolah di dalam rangka MBS. Yang termasuk pengetahuan ini adalah cara mengorganisasi pertemuan-pertemuan, bagaimana cara membuat anggaran. Kedua, berkaitan dengan pengajaran dan perubahan-perubahan program sekolah, diantaranya mencangkup pengetahuan tentang pengajaran, pembelajaran dan kurikulum.
Cheng (1996) juga mengemukakan bahwa peran administrator sekolah dalam MBS adalah pengembang dan pemimpin dalam mencapai tujuan. Mereka mengembangkan tujuan-tujuan baru untuk sekolah menurut situasi dan kebutuhannya. Selain itu, administrator juga memimpin warga sekolah untuk mencapai tujuan dan kolaborasi dan terlibat penuh dalam fungsi sekolah. Mereka juga memperbesar sumber daya untuk perkembangan sekolah.

2.1.5        Peran Orang Tua dan Masyarakat
Peran orang tua sebagai partner dan pendukung, dimana mereka ikut berpartisipasi dalam kegiatan sekolah, mendidik siswa secara kooperatif, berusaha membantu perkembangan yang sehat kepala sekolah dengan memberi sumbangan sumber dalam bentuk daya dan informasi, mendukung dan melindungi sekolah pada saat mengalami kesulitan dan krisis.
Keikutsertaan keluarga dan masyarakat dalam pendidikan memiliki banyak keuntungan (Rhoda, 1986) yaitu:
1.      Pencapaian akademik dan perkembangan kognitif siswa dapat berkembang secara signifikan.
2.      Orang tua dapat mengetahui perkembangan anaknya dalam proses pendidikan di sekolah.
3.      Orang tua akan menjadi guru yang baik dirumah dan bisa menerapkan formula-formula positif untuk pendidikan anaknya.
4.      Akhirnya orang tua memiliki sikap dan pandangan positif terhadap sekolah.
Selain hal di atas keuntungan lain dari keikutsertaan keluarga dalam pendidikan adalah menumbuhkan rasa percaya diri siswa dan meningkatkan hubungan baik antara siswa dan orang tua. Keikutsertaan tokoh masyarakat juga memiliki peran yang penting dalam demi kemajuan pendidikan, antara lain sebagai berikut:
1.      Penggerak, yaitu dengan membentuk badan kerjasama pendidikan dengan menghimpun masyarakat peduli terhadap pendidikan. Salah satu caranya dengan membentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) peduli pendidikan.
2.      Informan dan Penghubung, yaitu menginformasikan harapan dan kepentingan masyarakat kepada sekolah dan menginformasikan kondisi sekolah, baik kekurangan maupun kelebihan sekolah kepada masyarakat sehingga masyarakat tahu secara persis keadaan sekolah.
3.      Koordinator, yaitu mengkoordinasikan kepentingan sekolah dengan kebutuhan bisnis di lingkungan masyarakat tersebut agar siswa-siswa sekolah diberi kesempatan untuk praktik dan magang kerja di industri yang terkait.
4.      Pengusul, yaitu mengusulkan kepada pemerintah daerah agar dilakukan pajak untuk pendidikan. Artinya, lembaga bisnis dan individu dikenai pajak untuk pendanaan pendidikan sehingga lembaga pendidikan semakin maju dan bermutu.

2.2    Kepemimpinan yang Efektif dalam Manajemen Berbasis Sekolah
Berkaitan dengan karakteristik kepala sekolah di era MBS ini maka Slamet P.H (2000), mengidentifikasi tujuh belas karakteristik, yaitu :
1.      Visi, misi, strategi.
2.      Kemampuan mengorganisasikan dan menyerasikan sumber daya dengan tujuan.
3.      Kemampuan mengambil keputusan secara terampil.
4.      Toleransi terhadap perbedaan pada setiap orang, tetapi tidak toleran terhadap orang-orang yang meremehkan kualitas, prestasi, standar dan nilai-nilai.
5.      Memobilisasi sumber daya.
6.      Memerangi musuh-musuh kepala sekolah.
7.      Menggunakan sistem sebagai cara berfikir, mengelola dan menganalisis sekolah.
8.      Menggunakan input manajemen.
9.      Menjalankan perannya sebagai manajer, pemimpin, pendidik, wirausahawan, regulator, penyelia, pencipta iklim kerja, administrator, pembaru dan pembangkit motivasi.
10.  Melaksanakan dimensi-dimensi tugas, proses, lingkungan dan keterampilan personal.
11.  Menjalankan gejala empat serangkai, yaitu merumuskan sasaran, melakukan analisis dan mengupayakan langkah-langkah untuk meniadakan persoalan.
12.  Menggalang team work yang cerdas dan kompak.
13.  Mendorong kegiatan-kegiatan kreatif.
14.  Mencipkatan sekolah belajar.
15.  Menerapkan manajemen berbasis sekolah.
16.  Memusatkan perhatian pada pengelolaan proses belajar mengajar.
17.  Memberdayakan sekolah.

2.2.1        Kepemimpinan Sekolah
Menurut Arif Rahman Tanjung (2006), kepemimpinan yang baik tentunya sangat berdampak pada tercapai tidaknya tujuan organisasi karena pemimpin memiliki pengaruh terhadap kinerja yang dipimpinnya. Selain pemimpin yang berpengaruh terhadap yang dipimpinnya, sebaliknya orang-orang yang terlibat dalam hubungan tersebut menginginkan sebuah perubahan sehingga pemimpin diharapkan mampu menciptakan perubahan yang signifikan dalam sekolah dan bukan mempertahankan status quo. Selanjutnya, perubahan tersebut bukan merupakan sesuatu yang diinginkan pemimpin, tetapi lebih pada tujuan yang diinginkan dan dimiliki bersama.
Dalam kepemimpinan sekolah, MacGilchrist ,et al (2004) mengembangkan sembilan kecerdasan pemimpin yang dibutuhkan sekolah untuk memimpin guru, tenaga kependidikan dan peserta didik. Adapun kesembilan kecerdasan  itu adalah sebagai berikut :
1.      Kecerdasan etika, yaitu: adil, hormat kepada orang lain, menjunjung tinggi kebenaran dan bertanggung jawab.
2.      Kecerdasan spiritual, yaitu: mencari makna hidup, berakhlak mulia.
3.      Kecerdasan konstekstual, yaitu: memahami lingkungan lokal, regional, nasional dan global.
4.      Kecerdasan operasional, yaitu: berpikir strategis, mengembangkan perencanaan, mengatur manajemen, dan mendistribusikan kepemimpinan.
5.      Kecerdasan emosional, yaitu: mengenal diri sendiri, mengenal diri orang lain, mampu mengendalikan emosi dan mengembangkan kepribadian.
6.      Kecerdasan kolegial, yaitu: komitmen terhadap tujuan bersama, mengetahui kreasi, pembelajaran multilevel dan membangun kepercayaan.
7.      Kecerdasan refleksif, yaitu: menyediakan waktu untuk refleksi, evaluasi diri dan menerima umpan balik untuk perbaikan.
8.      Kecerdasan pedagogik, yaitu: mengembangkan visi baru dan tujuan pembelajaran, meningkatkan kompetensi mengajar, sikap keterbukaan, dan bersikap mendidik.
9.      Kecerdasan sistematik, yaitu: member contoh model mental, berpikir sistematis, mengorganisasi diri sendiri, dan mengefektifkan jaringan kerja.
Kepemimpinan sekolah memiliki pengertian hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpin yang dalam hal ini adalah kepala sekolah dan pengikut atau staf yang dalam hal ini adalah staf guru, staf pegawai, yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya. Tujuan bersama yang dimaksudkan disini adalah tujuan untuk mewujudkan visi dan misi sekolah.
Salah satu kunci penting yang menentukan keberhasilan sekolah dalam mencapai tujuannya adalah kepala sekolah. Keberhasilan kepala sekolah dalam mencapai tujuannya secara dominan ditentukan oleh kehandalan manajemen sekolah yang bersangkutan, sedangkan keandalan manajeman sekolah sangat di pengaruhi oleh kapasitas kepemimpinan kepala sekolahnya. Hal ini tidak berarti peranan kepala sekolah hanya sekedar sebagai pemimpin karena masih banyak peranan yang lainnya.
Kepemimpinan kepala sekolah menurut teori mutakhir haruslah memiliki 25 kompetensi yaitu penyusunan program sekolah, monitoring dan evaluasi, manajemen kelembagaan, kompetensi manajerial, manajeman sarana dan prasarana, pengembangan diri, manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat, wawasan kependidikan, memahami sekolah sebagai sistem, manajemen tenaga kependidikan, supervisi pendidikan, manajemen kesiswaan, memberdayakan sumber daya, manajeman waktu, manajemen bimbingan dan konseling, laporan akuntabilitas kinerja sekolah, jiwa kepemimpinan sekolah, koordinasi, memahami budaya sekolah, menyusun dan melaksanakan regulasi sekolah, sistem informasi manajemen, proses pengambilan keputusan, akreditasi sekolah, manajemen keuangan, dan yang terakhir adalah memiliki dan melaksanakan kreatifitas inovasi dan jiwa kewirausahaan.
2.2.2        Pemilihan Kepala Sekolah
Kepala sekolah dapat diartikan sebagai seorang guru yang mempunyai kemampuan untuk memimpin segala sumber daya yang ada pada suatu sekolah sehingga dapat digunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan bersama. Sehingga kepemimpinan kepala sekolah memiliki makna kemampuan yang dimiliki kepala sekolah dalam mempengaruhi dan memberdayakan segala sumber daya sekolah secara maksimal agar terarah untuk mencapai tujuan bersama.
Syarat-syarat menjadi Kepala Sekolah menurut Permendiknas no. 13 tahun 2007 tentang “Standar Kepala sekolah dan Madrasah”. Bahwa Syarat menjadi Kepala Sekolah harus memiliki Kualifikasi Umum dan Khusus serta kompetensi dimensi. Selengkapnya dapat dilihat syarat-syarat menjadi Kepala Sekolah:
A.    Kualifikasi
Kualifikasi Kepala Sekolah/Madrasah terdiri atas Kualifikasi Umum, dan Kualifikasi Khusus.
1.      Kualifikasi Umum Kepala Sekolah/Madrasah adalah sebagai berikut:
b.       Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi;
c.       Pada waktu diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun;
d.      Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya5 (lima) tahun menurut jenjang sekolah masing-masing, kecuali di Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal(TK/RA) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA; dan
e.       Memiliki pangkat serendah-rendahnya III/c bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi non-PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang.
2.      Kualifikasi Khusus Kepala Sekolah/Madrasah meliputi:
1.      Kepala Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliya (SMA/MA) adalah sebagai berikut:
a.       Berstatus sebagai guru SMA/MA;
b.      Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMA/MA;dan
c.       Memiliki sertifikat kepala SMA/MA yang diterbitkanoleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.
2. Kepala Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah AliyahKejuruan (SMK/MAK) adalah sebagai berikut:
a.    Berstatus sebagai guru SMK/MAK;
b.   Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMK/MAK; dan
c.    Memiliki sertifikat kepala SMK/MAK yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan Pemerintah.
B.      Kompetensi Dimensi
1.      Kepribadian
a.       Berakhlak mulia, mengembangkan budaya dan tradisi akhlak mulia, dan menjadi teladan akhlak mulia bagi komunitas disekolah/madrasah.
b.      Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin.
c.       Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah.
d.      Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi.
e.       Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah.
f.       Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.
2.      Manajerial
a.       Menyusun perencanaan sekolah untuk berbagai tingkatan perencanaan.
b.      Mengembangkan organisasi sekolah sesuai kebutuhan.
c.       Memimpin sekolah dalam rangka pendayagunaan sumber daya secara optimal.
d.      Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah menuju organisasi pembelajaran yang efektif.
e.       Menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran.
f.       Mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan SDM secara optimal.
g.      Mengelola sarana dan prasarana sekolah dalam rangka pendayagunaan secara optimal.
h.      Mengelola hubungan sekolah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar dan pembiayaan sekolah/madrasah.
i.        Mengelola peserta didik dalam rangka PBS, penempatan dan pengembangan kapasitas siswa.
j.        Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai arah dan tujuan Diknas.
k.      Mengelola keuangan sekolah sesuai prinsip akuntasi, transparan dan efesien.
l.        Mengelola ketatausahaan sekolah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah.
m.    Mengelola unit layanan khusus sekolah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan siswa.
n.      Mengelola sistem informasi sekolah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan.
o.      Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan menajemen.
p.      Melakukan monev dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah dengan prosedur yang tepat serta merencanakan tindak lanjutnya.
3.      Kewirausahaan
a.       Menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah.
b.      Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah sebagai organisasi pembelajar yang efektif.
c.       Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.
d.      Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala.
e.       Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah sebagai sumber belajar siswa.
4.      Supervisi
a.       Merencanakan program supervise akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
b.      Melaksanakan supervise akademik dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervise yang tepat.
c.       Menindaklanjuti hasil supervise akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
5.      Sosial
a.       Bekerjasama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah.
b.      Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
c.       Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.

2.2.3    Proses Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Berbasis Sekolah
Dalam manajemen berbasis sekolah, apabila terjadi permasalahan dalam sekolah maka perlu adanya proses pengambilan keputusan yang rasional. Menurut Robbins model pengambilan keputusan yang rasional melalui enam langkah yaitu: (1) menetapkan masalah, (2) mengidentifikasi kriteria keputusan, (3) mengalokasikan bobot kriteria, (4) mengembangkan alternatif, (5) mengevaluasi alternatif dan (6) memlih alternatif terbaik.
Bagaimana keputusan dibuat pada tingkat sekolah dalam kerangka MBS ini? Terdapat empat langkah dalam proses pengambilan keputusan yaitu:
1.      Mula-mula sekolah membentuk dewan sekolah yang terdiri dari kepala sekolah, perwakilan guru, orang tua siswa, anggota masyarakat, staf sekolah dan siswa.
2.       Dewan sekolah melakukan pengukuran kebutuhan (need assessment) sekolah.
3.      Dewan sekolah mengembangkan perencanaan tindakan yang mencakup tujuan dan sasaran yang terukur.
4.      Langkah selanjutnya adalah mengambil keputusan yang bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) dewan sekolah memberi saran-saran kepada kepala sekolah, yang selanjutnya kepala sekolah yang memutuskannya, (2) dewan sekolah mengambil keputusan sendiri. Kepala sekolah memiliki peran yang besar dalam proses pengambilan keputusan seperti ini.
Pengambilan keputusan rasional membutuhkan kreatifitas, yaitu kemampuan menggabungkan gagasan dalam satu cara yang unik, atau untuk membuat asosiasi yang luar biasa diantara gagasan-gagasan. Kreatifitas memungkinkan pengambil keputusan lebih menghargai dan memahami masalah, termasuk melihat masalah yang tidak dapat dilihat oleh orang lain. Nilai yang paling jelas dari kreatifitas adalah membantu pengambil keputusan untuk mengidentifikasi semua alternatif yang dapat dilihat. Oleh sebab itu peran seorang pemimpin dan pihak dewan sekolah sangat membantu dan berperan penting dalam proses pengambilan keputusan.

2.3    Faktor Pendukung Kesuksesan Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Suatu program yang dicanangkan tidak akan berjalan dan berhasil secara maksimal apabila tidak tersedia berbagai faktor pendukung. Faktor pendukung bisa berasal dari internal maupun eksternal. Ada pun faktor pendukung itu, ialah sebagai berikut :
2.3.1        Strategi Sukses Implementasi MBS
Pada dasarnya, tidak ada satu strategi khusus yang jitu dan bisa menjamin keberhasilan implementasi MBS di semua tempat dan kondisi. Oleh karena itu, secara umum dapat disimpulkan bahwa implementasi MBS akan berhasil melalui strategi-strategi berikut ini :
1.      Sekolah harus memiliki otonomi terhadap empat hal, yaitu dimilikinya otonomi dalam kekuasan dan kewenangan, pengembangan pengetahuan dan keterampilan secara berkesinambungan, akses informasi ke segala bagian dan pemberian penghargaan kepada setiap pihak yang berhasil.
2.      Adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam hal pembiayaan, proses pengambilan keputusan terhadap kurikulum dan intruksional serta non-intruksional.
3.      Adanya kepemimpinan sekolah yang kuat sehingga mampu menggerakkan dan mendayagunakan setiap sumber daya sekolah secara efektif terutama kepala sekolah harus menjadi sumber inspirasi atas pembangunan dan pengembangan sekolah secara umum.
4.      Adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam kehidupan dewan sekolah yang aktif.
5.      Semua pihak harus memahami peran dan tanggung jawabnya secara sungguh-sungguh.
6.      Adanya guidelines dari Departemen Pendidikan terkait sehingga mampu mendorong proses pendidikan disekolah secara efisien dan efektif.
7.      Sekolah harus memiliki transparansi dan akuntabilitas yang minimal diwujudkan dalam laporan pertanggungjawaban setiap tahunnya.
8.      Penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah dan lebih khusus lagi adalah meningkatkan pencapaian belajar siswa.
9.      Implementasi diawali dengan sosialisasi dari konsep MBS, identifikasi peran masing-masing, pembangunan kelembagaan (capacity building) mengadakan pelatihan-pelatihan terhadap peran barunya, implementasi pada proses pembelajaran, evaluasi atas pelaksanaan di lapangan dan dilakukan perbaikan-perbaikan.

2.3.2        Masalah dan Kegagalan dalam Implementasi MBS
Dalam implementasi MBS juga dihadapi beberapa masalah seperti kurangnya pengetahuan berbagai pihak tentang bagaimana MBS dapat bekerja dengan baik. Juga masalah kekurangan keterampilan untuk mengambil keputusan, ketidakmampuan dalam berkomunikasi, kurangnya kepercayaan antarpihak dan ketidakjelasan peraturan tentang keterlibatan masing-masing pihak.
Wohlstetter dan Mohrman (1996) menyatakan terdapat empat macam kegagalan Implementasi MBS yaitu :
1.      Penerapan MBS hanya sekedar mengadopsi model apa adanya tanpa upaya kreatif.
2.      Kepala sekolah bekerja berdasarkan agendanya sendiri tanpa memperhatikan aspirasi seluruh anggota dewan sekolah.
3.      Kekuasaan pengambilan keputusan terpusat pada satu pihak dan cenderung semena-mena.
4.      Menganggap bahwa  MBS adalah hal biasa dengan tanpa usaha yang serius akan berhasil dengan sendirinya.
Menurut Taruna, ada empat pemicu masalah yang mendorong pentingnya konsep MBS untuk dilaksanakan disekolah-sekolah, yaitu :
1.      Empat pilar tujuan pendidikan tidak terlaksana dengan baik karena sistem penyelenggaraan yang sentralistik.
2.      Kepala sekolah selama ini tidak berbuat banyak untuk kegiatan belajar mengajar, tetapi lebih mementingkan administrasi dan kedinasan.
3.      Guru membuat kegiatan belajar mengajar di kelas menjadi sangat formal, mengajar secara kaku dan buah dari semua itu adalah kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan sangat berat atau menekan.
4.      Akumulasi dari ketiga hal diatas tercermin dalam kualitas pendidikan yang cenderung rendah/kurang baik.

2.3.3        Strategi Membentuk Akuntabilitas Sekolah
Pada era desentralisasi, otonomi dan keterbukaan ini, semua pihak sepakat bahwa akuntabilitas publik itu penting. Soemidihardjo (2001) menyatakan bahwa terdapat tiga pilar utama yang menjadi prasyarat terbangunnya akuntabilitas, yaitu sebagai berikut :
1.      Adanya transparansi dalam menetapkan kebijakan dengan menerima masukan dan mengikutsertakan berbagai institusi.
2.      Adanya standar kinerja yang dapat diukur dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang.
3.      Adanya partisipasi untuk saling menciptakan suasana kondusif dalam menciptakan pelayanan masyarakat dengan prosedur yang mudah, biaya yang murah dan pelayanan yang cepat.
Sementara itu Darling Hammond (1989) menguraikan aspek-aspek akuntabilitas pendidikan yang lebih mengarah pada akuntabilitas kelembagaan dan infrastruktur, yaitu political, legal, bureaucratic, professional dan market.
1.      Pendidikan memiliki akuntabilitas politik bila anggota dewan sekolah dan seluruh staf dan para pengambil kebijakan diangkat berdasarkan pemilihan secara demokratis.
2.      Pendidikan memiliki akuntabilitas legal bila pendiriannya telah memenuhi persyaratan hukum sehingga bisa memenuhi tuntutan dan klaim berbagai pihak terkait.
3.      Pendidikan memiliki akuntabilitas birokratik bila telah memenuhi prosedur yang telah digariskan pemerintah sehingga menjamin bahwa pendidikan memenuhi standar dan sesuai dengan prosedur yang ada.
4.      Akuntabilitas professional pendidikan diperoleh bila guru dan semua staf pendidikan memiliki pengetahuan sesuai dengan spesifikasinya, lulus ujian sertifikasi dan memegang standar praktik profesi.
Educational Resources Information Center (ERIC-1984) lebih condong pada akuntabilitas muatan dan proses dalam menilai akuntabilitas pendidikan. Akuntabilitas pendidikan sedikitnya memiliki empat macam model, yaitu :
1.      Program mastery learning mengharuskan setiap siswa untuk menguasai kemampuan secara spesifik dalam aspek pengetahuan, keterampilan psikomotorik dan sikap.
2.      Program competency-based education selain mengharuskan siswa menguasai materi pelajaran secara sekuensial juga mengharuskan siswa untuk mendemontrasikan kemampuan, keterampilan atau tingkah lakunya dalam menjalankan tugas-tugas, aktivitas dan pekerjaan khusus.
3.      Program curriculum tracking yang dilakukan dengan cara mengetahui struktur kurikulum dan alur siswa menguasai materi pelajaran.
4.      Program minimum competencies adalah program yang kebanyakan digunakan untuk mengukur akuntabilitas pendidikan.
Akhirnya lembaga pendidikan yang akuntabel dengan didukung oleh personel, proses dan isi yang akuntabel akan menghasilkan siswa yang akuntabel sehingga tercapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan. Bila institusi terjadinya jual beli gelar. Pemerintah tidak perlu repot menerbitkan lembaga-lembaga pendidikan jadi-jadian yang tidak jelas penanggungjawabnya. Untuk itu perlu adanya lembaga independen yang benar-benar akuntabel guna memantau dan menilai akuntabilitas lembaga pendidikan

2.4    Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia
Indonesia sudah mulai menerapkan model manajemen berbasis sekolah yang disebut Manajemen Pendidikan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). MPMBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Agar berjalannya implementasi manajemen sekolah di Indonesia yang baik, maka harus ada peran dari berbagai pihak dalam menjalankan manajemen sekolah sehingga mampu menentukan input, proses maupun output yang baik. Input adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sejumlah input sekolah yaitu visi, misi, tujuan, sasaran, struktur organisasi, input manajemen dan input sumber. Proses adalah berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Proses sekolah yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, dan proses belajar mengajar. Sedangkan output diukur dari kinerja sekolah yaitu pencapaian atau prestasi yang dihasilkan oleh proses sekolah. Kinerja sekolah dapat di ukur dari efektivitas, kualitas, produktivitas, efisiensi, inovasi, kualitas kehidupan kerja dan moral kerja. Sehingga apabila hal diatas berjalan dengan baik dan terarah maka akan menghasilkan outcome yang berkualitas.
Kasus
Salah satu hambatan yang dialami dalam penerapan menajemen berbasis sekolah yang dalam tesis M. Husen AB (2006) yang berjudul “hambatan-hambatan yang dihadapi kepala sekolah SMA Negeri Kabupaten Bireun dalam penerapan manajemen berbasis sekolah’’, adalah belum adanya kesesuain antara jumlah guru dengan kebutuhan guru.
Pendapat (Solusi)
Masalah belum adanya kesesuaian antara jumlah guru dengan kebutuhan guru merupakan masalah yang sangat riskan, menurut kelompok kami ini dapat ditanggulangi jika pemerintah mengambil kebijakan dengan melakukan mutasi yaitu kegiatan memindahkan tenaga kerja dari satu tempat kerja ke tempat kerja lain, dari sekolah yang kebanyakan tenaga kerja ke sekolah yang kekurangan tenaga kerja.
            Selain itu Kebijakan Kementrian Pendidikan Nasional untuk mengatasi kekurangan tenaga pendidik sekarang dilaksanakannya Program SM-3T (Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal)  sebagai salah satu Program Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia ditujukan kepada para Sarjana Pendidikan yang belum bertugas sebagai guru, untuk ditugaskan selama satu tahun pada daerah 3T. Program SM-3T dimaksudkan untuk membantu mengatasi kekurangan guru, sekaligus mempersiapkan calon guru profesional yang tangguh, mandiri, dan memiliki sikap peduli terhadap sesama, serta memiliki jiwa untuk mencerdaskan anak bangsa, agar dapat maju bersama mencapai cita-cita luhur seperti yang diamanahkan oleh para pendiri bangsa Indonesia.
 
BAB III
PENUTUP
3.1        KESIMPULAN
1.      Dibutuhkan peran dari masing masing pihak dalam melaksanakan manajemen berbasis sekolah (MBS) baik kantor pendidikan pusat dan daerah, dewan sekolah dan pengawas sekolah, kepala sekolah, guru beserta administratornya dan juga orang tua serta masyarakat.
2.      Adanya kepemimpinan sekolah yang baik dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah yaitu harus memiliki 9 kecerdasan yakni:  memiliki Kecerdasan etika, Kecerdasan spiritual, Kecerdasan konstekstual, Kecerdasan operasional, Kecerdasan emosional, Kecerdasan kolegial, Kecerdasan refleksif, Kecerdasan pedagogik, Kecerdasan sistematik.
3.      Faktor pendukung kesuksesan implementasi manajemen berbasis sekolah yaitu: adanya dukungan/political will dari pemerintah, dukungan financial dari pemerintah dan masyarakat, kesediaan sumber daya yang dapat mendukung jalannya implementasi MBS, budaya sekolah yang mendukung kesuksesan implementasi MBS, memiliki kepemimpinan yang efektif, sekolah sebagai organisasi harus perlu dikembangakan dan ditingkatkan.
4.      Untuk mencapai hasil yang baik, maka perlu diadakan struktur yang baik dalam memperbaiki mutu pendidikan di sekolah dengan memberikan input, proses dan output yang baik agar menghasilkan outcome yang berkualitas.
 
3.2        SARAN
Harus ada upaya dari seluruh pihak yang bersangkutan baik kantor pendidikan pusat dan daerah, dewan sekolah dan pengawas sekolah, kepala sekolah, guru beserta administratornya dan juga orang tua serta masyarakat dalam upaya meningkatkan mutu sekolah dalam hal pendidikan. Hal ini dimaksudkan agar nantinya mutu pendidikan di sekolah lebih baik dari sebelumnya. Bahkan diharapkan siswa nantinya mampu memiliki daya saing dalam industry pekerjaan baik nasional maupun internasional. Dengan meningkatnya mutu pendidikan di Indonesia maka secara tidak langsung juga dapat meningkatkan taraf hidup warga Indonesia.














No comments:

Post a Comment