Kawitan berasal dari bahasa sansekerta yaitu Wit yang artinya asal mula. Asal mula manusia adalah Tuhan, maka sesungguhnya setiap orang punya kawitan. Jadi Kawitan adalah pengingat asal atau ada pula yang mendefinisikan Kawitan merupakan leluhur yang pertama kali datang di Bali atau lahir di Bali dan menetap di Bali sampai punya keturunan.
Mengenai adanya banyak Kawitan, ini bersumber dari kondisi sosial dan kedudukan leluhur kita di masyarakat pada jaman dahulu. Jika misalnya leluhur kita dahulu pernah menjadi raja, maka keturunannya akan memakai nama Kawitan tersebut. Begitu pula jika seandainya leluhur kita dulu menjadi wiku, maka keturunannya akan memakai nama Kawitan tersebut.
Kawitan baru ada pada saat pemerintahan dipegang oleh Dalem Baturenggong dengan dibantu Danghyang Nirarta yg diberi gelar Pedanda sakti Wawu Rauh. Pemerintahan ini setelah kalahnya Bali. Orang-orang Bali Mula yang sudah ada di Bali sebelum masuknya Dh Nirarta menjadi bingung untuk menelusuri jejak-jejak leluhur mereka yg sudah ada sebelum masuknya Dh Nirarrta. Sehingga banyak masyarakat Bali Mula masuk kedalam klompok Pasek.
Orang-orang Bali Mula merupakan penduduk asli Bali. Diperkirakan yang menjadi cikal bakal manusia yang menempati pulau Bali adalah bangsa Austronesia dilihat dari peninggalan-peninggalan yang tersebar di Bali berupa alat-alat batu seperti kapak persegi. Bangsa Austronesia berasal dari daerah Tonkin, China kemudian mengarungi laut yang sangat luas menggunakan kapal bercadik. Kejadian ini terjadi kira-kira 2000 tahun sebelum Masehi. Bangsa ini memiliki kehidupan yang teratur dan membentuk suatu persekutuan hukum yang dinamakan thana atau dusun yang terdiri dari beberapa thani atau banua. Persekutuan hukum inilah yang diperkirakan menjadi cikal-bakal desa-desa di Bali. Bangsa inilah yang kemudian menurunkan penduduk asli pulau Bali yang disebut Orang Bali Mula atau ada juga yang menyebut Bali Aga.
PURA KAWITAN
Pura Kawitan adalah tempat pemujaan roh suci leluhur dari umat Hindu yang memiliki ikatan “wit” atau leluhur berdasarkan garis keturunannya. Yang termasuk dalam pura kawitan adalah Sanggah/Merajan, Pura Pretiwi, Pura Ibu, Pura Panti, Pura Dadia, Pura Batur, Pura Penataran Dadia, Pura Dalam Dadia, Pura Pedharman. Pura Panti dan Pura Dadia pada dasarnya berada pada kelompok dan pengertian yang sama, artinya Pura Panti dapat pula disebut dengan Pura Dadia. Sama halnnya dengan sebutan sanggah dapat pula disebut dengan istilah merajan. Yang membedakannya hanyalah terletak pada jumlah penyiwi atau pemujanya. Dalam Lontar Sundarigama disebutkan bahwa (saya kutip dari salah satu artikel):
1. Setiap 40 KK agar mendirikan Panti,
2. Setiap 20 KK agar mendirikan Palinggih Ibu,
3. Setiap 10 KK agar mendirikan palinggih Pratiwi(Pertiwi)
4. Setiap keluarga agar mendirikan Palinggih Kamulan(sanggah/merajan).
Dari berbagai pura kawitan, pedharman dipandang sebagai tempat pemujaan tertinggi untuk memuja leluhur.
No comments:
Post a Comment