Hei Sob,,, Mau
posting sesuatu lagi nih... Kembali lagi ke jaman 5 tahun yang lalu...
Hehehehe.. Waktu saya mulai kuliah dulu... Yang saya posting kali ini adalah
tugas saya pas mata kuliah Agama Hindu... Memang kelestarian itu perlu di jaga.
Apalagi kelestarian Kidung di Bali. Jadi dalam makalah ini saya sampaikan
"Program Muatan Lokal Kidung Sebagai Upaya
Pelestarian Kidung di Bali". Ya agar tidak lama-lama
langsung saja
cek di bawah ya.....
RINGKASAN
Seni
tembang di Bali kususnya kidung merupakan salah satu kebudayaan yang dimiliki
oleh pulau Bali dan merupakan seni tembang yang sangat penting dalam
upacara-upacara agama Hindu. Seni tembang di Bali yang tergolong sekar madya pada umumnya mempergunakan
bahasa Jawa tengahan, yaitu seperti bahasa yang dipergunakan di dalam lontar/
cerita Panji atau Malat, dan tidak terikat oleh Guru Lagu maupun Padalingsa.
Kidung diduga datang dari Jawa abad XVI sampai XIX akan tetapi kemudian
kebanyakan ditulis di Bali. Dalam
upacara-upacara agama Hindu kidung dinyanyikan untuk mengiringi upacara yadnya.
Kidung memiliki tugas masing-masing dalam mengiringi upacara. Misalnya saja
dalam upacara Dewa Yadnya kidung yang dinyanyikan adalah kidung Kawitan Wargasari, Wargasari Mredu
Komala dan kidung yang lain yang cocok dinyanyikan dalam upacara Dewa Yadnya.
Upacara-upacara yang lain juga memiliki kidung-kidung yang mengiringi upacara
tersebut
Seni tembang
di Bali khususnya kidung sudah mulai pudar di kalangan masyarakat. Khususnya
para remaja saat ini sedikit yang bisa mekidung. Remaja saat ini lebih menyukai
musik luar daripada musik yang ada di daerahnya sendiri. Karena kebanyakan
remaja menganggap mengenal lebih banyak musik luar akan meningkatkan percaya
diri mereka, daripada mengenal kidung. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
sedikitnya minat para remaja terhadap kidung salah satunya adalah kurang
pahaman para remaja terhadap kidung tersebut. Kidung di Bali sangat penting
karena seperti penjelasan di atas kidung merupakan tembang yang dinyanyikan
untuk mengiringi suatu upacara agama. Lebih mengenal kidung secara tidak
langsung lebih mengenal upacara yadnya, karena kidung dinyanyikan saat upacara
tersebut berlangsung.
Muatan lokal
merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan di sekolah-sekolah dari
sekolah SD kelas 5 sampai SMA untuk membangkitkan minat para remaja untuk
belajar mekidung. Dengan belajar dari kecil diharapkan dapat menumbuhkembangkan
anak-anak untuk menyukai kidung di samping juga seni tembang yang lainya dan
juga dengan belajar kidung dari kecil akan lebih mengenal kidung secara luas.
Misalnya mereka akan lebih mengenal kegunaan kidung, fungsi kidung dan lain
sebagainya yang ada hubungannya dengan kidung. Dengan belajar mekidung dan bisa
mekidung mereka akan bisa berbakti kepada Ida Hyang Widi Wasa karena mereka
akan bisa melakukan ngayah mekidung saat ada upacara-upacara tertentu. Tentunya
dengan melakukan hal ini mereka akan bisa meningkatkan kepribadian
spiritualitas merekadan juga untuk menanamkan nilai-nilai suci Weda ke dalam lubuk
hati sanubari dengan cara menyanyikannya dengan penuh keyakinan
Adapun
pihak-pihak yang terlibat dalam program ini di antaranya sekolah-sekolah itu
sendiri. Sekolah mempunyai peran penting dalam program ini, tanpa sekolah yang
mengeluarkan kebijakan kidung sebagai muatan lokal tentunya hal tersebut tidak
akan berjalan dengan lancar. Sekolah mempunyai peran yang pertama untuk
menumbuhkan kembangkan minat anak-anak atau remaja dalam hal mekidung. Di samping
sekolah-sekolah mengeluarkan kebijakan, masyarakat juga harus mendukung program
tersebut, karena tanpa masyarakat program tersebut tidak akan bisa berjalan
dengan lancar. karena yang akan melakukan program tersebut adalah masyarakat
itu sendiri.
PENDAHULUAN
Latar
Belakang Masalah
Budaya Bali sangat kaya dengan
seni tembang dan karawitan. Tidak hanya yang telah diwariskan oleh leluhur,
karya-karya baru masih terus bermunculan. Baik yang klasik maupun kontemporer.
Tidak akan habis kalau pembicaraan kita kembangkan hingga mencakup lagu-lagu
pop Bali. Harapan kita tentu saja, agar gema yang baru tidak menenggelamkan
yang telah ada. Demikian pula, semoga yang baru mempunyai kualitas dan bobot
yang cukup baik dari segi isi dan keindahan. Suara yang baik dan indah memberi
kekuatan kepada jiwa, menentramkan galau dan kegelisahan hati, membersihkan
perasaan dari prasangka buruk dan menerangi kalbu.
Di Bali nyanyian atau tembang
dapat dibagi menjadi empat yaitu gegendingan, pupuh, kidung, dan kekawin.
Gegendingan digunakan bukan untuk mendukung upacara, tetapi lebih bersifat
hiburan, dan dewasa ini gegendingan sudah banyak menggunakan irama pop dijual
dalam bentuk kaset ada yang berbahasa Bali ada yang bahasa Indonesia. Sedangkan
Pupuh, Kidung, dan Kakawin adalah untuk
mendukung suatu upacara dalam kaitan Panca Yadnya. Irama dan liriknya sudah
diatur sesuai dengan tujuan upacara. Namun yang menjadi masalah sekarang ini
sedikit minat para remaja dalam melestarikan pupuh, kidung dan kekawinn
tersebut, terutama dalam hal mekidung. Mereka lebih suka musik yang modern daripada
melestarikan budayanya sendiri. Padahal kidung merupakan hal yang penting dalam
melakukan suatu upacara, apalagi upacara yang besar kidung wajib dilantunkan.
Banyak remaja yang
meninggalkan budayanya sendiri karena beberapa faktor baik itu dari luar maupun
dari dalam yang dapat mempengaruhi kelestarian kidung tersebut. Salah satu
faktor yang sangat mempengaruhi adalah kurang pahaman remaja terhadap kidung di
Bali. Pada saat upacara agama Hindu, kidung merupakan salah satu sarana penting
untuk lancarnya suatu upacara agama Hindu. Kesadaran dalam diri masing-masing
juga merupakan faktor yang penting dalam kelestarian kidung di bali. Karena
tanpa kesadaran masing-masing individu hal sekecil sekalipun tidak akan bisa
tercapai.
Untuk menigkatkan kidung di
bali telah dilakukanya Utsawa Dhama Gita kidung tingkat nasional. Utsawa Dhama
Gita ini dilakukan di beberapa daerah di indonesia. Meskipun sudah dilakukannya
Utsawa Dhama Gita kidung tingkat
nasional hal tersebut tidak cukup untuk memasyarakatkan kidung kepada
anak-anak, remaja maupun orang dewasa. Perlu adanya gagasan baru untuk
menumbuhkan jiwa anak terhadap kidung agar kidung semakin melekat di jiwa
anak-anak maupun remaja. Dengan tersebarnnya kidung di kalangan anak-anak
maupun remaja, mereka akan menjadi calon yang dapat melakukan Utsawa Dhama Gita
kidung di tingkat nasional bahkan akan bisa di tingkat internasional.
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.
Tujuan umum
Tujuan umum
dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengenalkan kidung kepada
masyarakat terutama para remaja dan anak-anak sehingga akan tercipta
kelestarian seni tembang di Bali.
2.
Tujuan khusus
Tujuan
khusus dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh program
muatan lokal tembang di Bali dapat mengatasi permasalahan kelestarian seni
tembang di Bali.
Manfaat
Melalui makalah ini diharapkan dapat
memberikan manfaat yaitu:
1.
Menggugah partisipasi dan kesadaran masyarakat Bali
untuk tetap menjaga seni tembang sendiri kususnya seni tembang kidung.
2.
Memberikan gambaran kepada masyarakat Bali bagaimana
cara untuk melestarikan seni tembang Bali terutama dalam hal kidung.
GAGASAN
Kidung di Bali
Di Bali terdapat
begitu banyak seni tembang yang perlu dilestarikan, yaitu salah satunya adalah
kidung. Kidung atau sekar madya merupakan salah satu seni tembang Bali yang
merupakan lagu
pemujaan, umumnya dinyanyikan dalam kaitan upacara, baik upacara adat maupun
agama. Kelompok tembang yang tergolong sekar madya pada umumnya mempergunakan
bahasa Jawa tengahan, yaitu seperti bahasa yang dipergunakan di dalam lontar/
cerita Panji atau Malat, dan tidak terikat oleh Guru Lagu maupun Padalingsa.
Kidung diduga datang dari Jawa abad XVI sampai XIX akan tetapi kemudian
kebanyakan ditulis di Bali. Hal ini dapat dilihat dari struktur komposisinya
terbukti dengan masuknya ide-ide yang terdiri dari Pangawit, Panama dan
Pangawak yang merupakan istilah-istilah yang tidak asing lagi dalam tetabuhan
Bali.
Dalam Sarsamuscaya 75 disebutkan agar empat hal tidak
muncul dari lidah yaitu Ujar Ahala yaitu kata-kata jahat. Ujar Pisuna artinya
kata-kata yang mengandung fitnah. Ujar Mithyaa artinya kata-kata bohong, dan
Ujar Apergas artinya kata-kata kasar. Jadi menerapkan mantra Weda itu dengan
nyanyian suci yang disebut gita dalam bahasa Sansekerta dan kidung dalam bahasa
Jawa Kuna.
Istilah kidung akhirnya mewarga ke dalam khazanah
bahasa dan budaya Bali. Kumpulan mantra Weda ada yang disebut Rgveda. Rg
artinya nyanyian suci. Mantra-Mantra Rg Veda yang dinyanyikan serta diberikan
melodi disebut Samaveda. Sedangkan yang dijadikan dasar melangsungkan upacara
yadnya disebut Yajurveda. Oleh karena itu, Rgveda, Samaveda dan Yajurveda
disebut Tri Veda.
Mantra Weda tergolong Prabhu Samhita artinya kumpulan
mantra yang penuh wibawa, sehingga masyarakat awam tidak mudah untuk
merapalkan. Oleh karena itu, nilai-nilai suci Weda itu dijabarkan lebih mudah
ke dalam Purana yang disebut Suhrita Samhita. Suhrita artinya kumpulan yang
lebih ramah. Demikian pula untuk dapat menyerap nilai-nilai suci Weda itu
direkonstruksi ke dalam nyanyian-nyanyian suci dalam bahasa setempat, sehingga
nilai suci itu lebih mudah menghayatinya.
Di Bali nyanyian-nyanyian tersebut disebut
dengan kidung-kidung selalu dilakukan
dan dimainkan bersama-sama dengan instrumen. Lagu - lagu kidung ini ditulis
dalam lontar tabuh-tabuh Gambang dan oleh karena itulah laras dan namanya
banyak sama dengan apa yang ada dalam penggambangan, menggunakan laras pelog
Saih Pitu (Pelog 7 nada) yang terdiri dari 5 nada pokok dan 2 nada pemaro/
tengahan.
Dalam kaitaanya dengan upacara
yadnya, tidak semua kidung dapat ditembangkan. Misalnya saja dalam upacara Dewa
Yadnya kidung yang dapat ditembangkan adalah Kawitan Wargasari, Wargasari Mredu
Komala, Totaka, Wargasari, warga sirang. Jadi kidung mempunyai tugas
masing-masing menurut upacaranya. Begitupun juga upacara Rsi Yadnya kidung yang
dapat ditembangkan adalah Rsi Bojana: Wilet Mayura, Bramara Sangupati, Palu
Gangsa. Upacara Manusa Yadnya yang dapat ditembangkan demung sawit, kawitan
tantri, malat rasmi, tunjung biru. Upacara Pitra Yadnya yang dapat ditembangkan
adalah Sewana Girisa. Bala Ugu, Indra Wangsa, Andri, Praharsini, Aji Kembang, Sikarini,
Asti, Wilat Kelengangan dan Upacara Buta Yadnya yang dapat ditembangkan adalah
Pupuh Jerum.
Keberadaan
Kidung di Bali
Nilai-nilai suci Weda dapat
dikidungkan dengan bahasa yang sudah populer di daerah di mana ajaran Hindu itu
diamalkan. Meskipun demikian di tiap daerah mempunyai sistem budaya tersendiri.
Oleh karena itu, kidung itu dituangkan dengan mengikuti sistem budaya setempat,
sehingga kidung itu tetap disakralkan sesuai dengan kondisi budaya setempat.
Meskipun demikian, sangat diperlukan suatu upaya ke depan agar umat Hindu
memiliki kidung yang berskala nasional Indonesia. Bahkan, kalau mungkin
memiliki kidung yang berskala internasional.
Event Utsawa Dharma Gita yang sudah sering
diselenggarakan hendaknya mengarahkan terbentuknya kidung nasional, bahkan
internasional dengan tetap memelihara dan mengembangkan kidung-kidung daerah.
Dengan demikian akan dapat menampung mobilitas umat yang dalam era globalisasi
ini sudah mencapai tingkat nasional dan internasional.
Adapun Pelaksanaan Utsawa Dhama Gita tingkat nasional
pertama sampai ke delapan berlangsung di;
- Utsawa Dhama Gita tingkat nasional pertama dilaksanakan di Denpasar, Bali pada 1978. Saat itu namanya Pembinaan Seni Sakral. Jenis kegiatannya; pembinaan nyanyian pengiring tari Sanghyang, jenis-jenis kidung dan kekawin dengan kekhasan daerah masing-masing dan diikuti utusan se-provinsi Bali.
- Utsawa Dharma Gita II berlangsung di Denpasar pada 1979. Jenis kegiatan; parade seni, pameran foto, kekawin, kidung macapat, dan phalakwaya yang diikuti utusan kabupaten se-provinsi Bali.
- Utsawa Dharma Gita III juga berlangsung di Denpasar pada 1980. Jenis kegiatan; parade seni, pameran foto, kekawin, kidung, phalakwaya yang diikuti utusan kabupaten se-provinsi Bali dan Lombok.
- Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional IV berlangsung di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta pada 1991. Jenis kegiatannya; parade seni, utsawa pembacaan Sloka, utsawa pembacaan Phalakwaya, Dharma Widya, parade kidung daerah, sarasehan, dan pameran. Juara umum diraih kontingen Provinsi Bali.
- Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional V dilaksanakan di Solo-Surakarta, Jawa Tengah, pada 1993. Jenis kegiatan; parade seni, utsawa pembacaan Sloka, utsawa pembacaan Phalakwaya, Dharma Widya, parade kidung daerah, sarasehan, dan pameran. Juara umum diraih kontingan Provinsi Jawa Tengah.
- Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional VI dilaksanakan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah pada 1996. Jenis kegiatan; parade seni, utsawa pembacaan Sloka, utsawa pembacaan Phalakwaya, Dharma Widya, parade kidung daerah, sarasehan, dan pameran. Juara umum diraih Provinsi Bali.
- Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional VII dilaksanakan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta pada 2000. Jenis kegiatan; parade seni, utsawa pembacaan Sloka, utsawa pembacaan Phalakwaya, Dharma Widya, parade kidung daerah, sarasehan, dan pameran. Juara umum diraih Provinsi Bali
- Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional VIII dilaksanakan di Mataram, Nusa Tenggara Barat pada 2002 Jenis kegiatan; parade seni, utsawa pembacaan Sloka, utsawa pembacaan Phalakwaya, Dharma Widya, parade kidung daerah, sarasehan, dan pameran. Juara umum diraih Provinsi Bali.
- Utsawa Dharma Gita Tingkat Nasional IX dilaksanakan di Bandar Lampung, Lampung pada 2005. Jenis kegiatan; parade seni, utsawa pembacaan Sloka pasangan remaja putra-putri, utsawa pembacaan Phalakwaya pasangan putra-putri, utsawa pembacaan Phalakwaya dewasa putra-putri, Dharma Widya tingkat sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), Dharma Wacana tingkat remaj a dan dewasa, utsawa kidung/lagu-lagu keagamaan daerah, sarasehan, dan pameran. Utsawa Dharaia Gita Tingkat Nasional IX diikuti peserta dari 29 provinsi dan utusan negara sahabat seperti India.
- Utsawa Dharma Gita tingkat Nasional X dilangsungkan di Kendari, Sulawesi Tenggara pada 27 Juli- 1 Agustus 2008.
Pertemuan antardaerah dan suku atau
kelompok lainnya sesama umat Hindu perlu lebih sering dilakukan. Pertemuan
menyangkut masalah kidung ini perlu dihadirkan para pakar dalam seni kidung
ini. Penelitian dan eksperimen-eksperimen sangat diperlukan dalam membina dan
mengembangkan kidung sebagai gita atau nyanyian suci memuja Tuhan untuk
membangun kekuatan rohani umat Hindu dalam meningkatkan kualitas perilaku dan
daya tahan mentalnya menghadapi kehidupan yang makin dinamis ini.
Disamping sudah banyaknya
pelaksanaan Dharma Gita tingkat nasional dilakukan, Pesatnya perkembangan zaman
sekarang ini juga sangat mempengaruhi seni tembang di Bali. Lagu dari luar
begitu pesat masuk ke Bali terutama lagu dari luar negeri. Jiwa para remaja
saat ini sudah di pengaruhi lagu yang asalnya dari luar negeri. Karena
kebanyakan dari mereka mengira lagu dari luar negeri akan meninggikan gengsi
mereka. Bahkan tidak sedikit dari remaja yang mengikuti mode luar negeri,
menurut penyanyi yang mereka kagumi. Tentunya hal ini berdampak bagi
kelestarian seni tembang di Bali. Ini menyebabkan tertinggalnya lagu-lagu
daerah sendiri terutama dalam hal mekidung. Kalau hal ini terus terjadi
pelaksanaan kidung yang sudah tingkat nasional akan semakin menurun.
Kidung di Bali sekarang ini kurang
diminati oleh para remaja Bali, mungkin karena beberapa alasan tertentu.
Meskipun sudah banyak pelaksanaan kidung tingkat nasional dilakukan, itu hanya
beberapa orang saja yang mahir mekidung. Kalau hal ini terus-terusan terjadi kemungkinan
akan semakin sedikit orang yang bisa mekidung. Ini akan menyebabkan semakin
menurunnya kebudayaan Bali yang semulanya di jaga dan dilestarikan. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan kurangnya minat para remaja akan seni tembang
Bali terutama dalam hal mekidung, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Faktor dari dalam
1. Kekurang pahaman para remaja akan
kidung di Bali.
Remaja saat ini kurang mengetahui arti seni tembang di
Bali terutama kidung, mereka lebih mengenal lagu luar daripada seni tembang
sendiri. Akibatnya banyak para remaja kurang mengenal seni tembang terutama
dalam hal kidung yang merupakan nyanyian untuk mengiringi suatu Upacara Yadnya.
2. Kekurang pahaman para remaja akan
upacara yadnya
Kekurang pahaman terhadap upacara yadnya juga
berdampak terhadap kurangnya minat para remaja terhadap kidung. Seperti yang
sudah dijelaskan diawal kidung merupakan lagu/nyanyian yang berperan penting
terhadap jalannya suatu Upacara Yadnya. Kalau para remaja tidak tahu arti dari
upacara yang dilakukan tentunya para remaja tersebut kurang antusias
mendengarkan kidung pada saat itu apalagi untuk belajar kidung.
3. Kesadaran masing-masing individu
Sekarang ini kesadaran para remaja terhadap kidung
sangat kurang. Kesadaran remaja untuk melestarikan kidung sudah mulai pudar. Hal
tersebutlah yang menyebabkan anak-anak dan juga para remaja tidak banyak yang
bisa mekidung.
b. Faktor dari luar
1. Pengaruh lingkungan
Pengaruh lingkungan sangat berperan penting terhadap
perkembangan kidung di Bali. Jika seseorang tinggal di lingkungan yang
mayoritas beragama Hindu dan juga Bali, orang tersebut akan lebih mengenal
kidung daripada orang yang tinggal di tempat yang mayoritas beragama non hindu
dan tidak di Bali.
2. Pengaruh teman
Pengaruh teman juga menyebabkan kurang minatnya para
remaja terhadap kidung. Misalnya saja teman yang suka lagu lain dan lagu dari
dalam kurang diminati, lama kelamaan kita akan terpengaruh oleh gaya meraka. Kalau
kita tidak membentengi diri sejak dini yaitu dengan menyukai lagu daerah
sendiri tentunya kita akan mudah terpengaruh.
Mata Pelajaran Muatan lokal Kidung
sebagai sarana menumbuhkan minat terhadap kidung di Bali
Pembelajaran kidung yang dilakukan
secara dini perlu dilakukan untuk meningkatkan minat para remaja ataupun anak
untuk dapat menyelenggarakan Utsawa Dhama Gita kedepannya. Remaja akan lebih
mengenal kidung dari hal yang paling dasar sampai ke hal yang paling tinggi.
Untuk itu diharapkan dari SD kelas 5 sampai SMA ada muatan lokal mekidung
mengingat betapa pentingnya mekidung bagi umat yang beragama Hindu. Hal ini
seharusnya diwajibkan bagi anak yang beragama Hindu mengenal yang namanya
kidung. Melalui kidung mereka tidak hanya bisa menyanyikan saja tetapi melalui
kidung juga lebih mengenal Upacara Yadnya yang dilakukan di Bali, karena kidung
dan upacara yadnya sangat berkaitan satu sama lainya.
Berikut dijelaskan keuntungan
seseorang bisa mekidung diantaranya sebagai berikut:
1. Memuja Tuhan
Memuja Tuhan
dengan nyanyian suci Bhagawad Gita disebut Bhajan. Dengan mempelajari kidung
yaitu nyanyian suci Bhagawad Gita seseorang akan dapat memuja Tuhan. Orang yang
seperti itu disebut dengan Bhajan. Oleh karena itu, dalam Bhagawad Gita ada
beberapa sloka yang menyebutkan istilah Bhajan. Sementara dalam beberapa sumber
sastra Hindu yang lainnya juga disebut dengan istilah Khirtan. Di Jawa dan Bali
nyanyian suci itu disebut Kidung. Umat Hindu di Kaharingan menyebutnya dengan
istilah Kandayu,
2. Dapat melakukan Karma Marga berupa
ngayah.
Dengan mempelajari kidung seseorang akan dapat
melakukan karma marga berupa ngayah yang ada di Bali. Seseorang akan dapat
memberikan suatu pelayanan terhadap pura ataupun upacara tersebut.
3. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan
terhadap kidung.
Dengan mempelajari kidung wawasan seseorang akan lebih
luas. Orang tersebut akan lebih mengenal bagaimana cara menyanyikan kidung,
bagaimana peranan kidung terhadap upacara yadnya, kidung-kidung apa saja yang
dapat dinyanyikan dalam upacara panca yadnya dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan kidung.
4. Dapat menambah pengetahuan terhadap
bahasa bali.
Dengan mekidung secara tidak langsung akan dituntut
untuk mengartikan apa arti kidung yang dinyanyikan. Arti dapat pahami apabila
mengerti bacaan yang dinyanyikan. Selain dapat menyayikan seseorang yang
mekidung diharuskan tahu apa makna dari kidung tersebut.
5. Dapat meningkatkan spiritualitas
terhadap ke Hinduan
Dengan mempelajari kidung seseorang dapat menigkatkan
spiritualitas kehinduannya.
6. Dapat meningkatkan keakraban
Pada tingkat
substansi kidung ini tidak berfungsi sebagai seni untuk membangun kekuatan
spiritual semata, tetapi juga dapat menjadi media untuk meningkatkan keakraban
sosial sesama umat Hindu yang ada di seluruh dunia ini. Masyarakat kidung ini
adalah masalah yang menyangkut aspek yang luas seperti cita, rasa dan karsa,
makanya tidak perlu gagasan ini ditanggapi dengan cara yang tergesa-gesa,
menerima atau menolaknya.
Hal di atas
dapat dilakukan tentunya harus bisa mekidung. Inilah peran muatan lokal kidung
dilaksanakan untuk dapat mekidung sejak dini. Adapun manfaat dari kidung
sebagai program muatan lokal di sekolah adalah sebagai berikut:
1. Dapat memasyarakatkan kidung
Dengan
adanya kidung sebagai muatan lokal disekolah tentunya setiap anak yang sekolah
akan mendapatkan muatan lokal tersebut. hal ini akan mengakibatkan
tersebarluasnya kidung di kalangan anak-anak dan remaja.
2. Meningkatkan jiwa anak-anak terhadap
kidung
Belajar
kidung dimulai dari SD akan meningkatkan jiwa anak terhadap kidung karena
mereka dapat melatih kidung sejak awal.
Hal tersebut akan bisa tercapai apabila
sejak dini anak dibekali dengan pelajaran mekidung dan peran dari pihak-pihak
yang bersangkutan juga diperlukan. Berikut beberapa pihak yang dapat mewujudkan
program kidung sebagai muatan lokal di sekolah:
1. Sekolah-sekolah
Melestarikan seni tembang di Bali terutama kidung
sebagai muatan lokal di sekolah sangat dipengaruhi oleh kebijakan sekolah untuk
menetapkan kidung sebagai muatan lokal. Dengan memberikan kebijakan untuk
menetapkan kidung sebagai muatan lokal diharapkan kelestarian kidung dapat
lebih dijaga. Karena kita sebagai generasi muda akan dapat mengenyam pendidikan
mekidung sebagai muatan lokal.
2. Masyarakat luas
Kebijakan sekolah akan dapat dilaksanakan dengan baik
apabila masyarakat luas mendukung program tersebut. Masyarakat sangat mempunyai
peranan penting dalam tercapainya program ini karena masyarakat luaslah yang
akan mendapatkan keuntungan dari program ini.
3. Guru kidung
Program ini dapat dilaksanakan tentunya harus ada guru
yang bisa mekidung yang akan mengajarkan anak-anak disekolah. Guru yang
diharapkan adalah guru bisa mekidung sekaligus tahu akan makna kidung yang
dinyanyikan tersebut.
KESIMPULAN
Adapun
kesimpulan yang bisa ditarik dari penjelasan diatas adalah sebagai berikut:
- Di Bali terdapat begitu banyak seni tembang yang perlu dilestarikan terutama kidung yang sekarang ini kurang diminati oleh para remaja dan anak-anak.
- Banyak faktor yang menyebabkan kurangnya minat para remaja terhadap kidung di Bali yaitu faktor dari dalam salah satunya dari setiap individu dan faktor dari luar yaitu lingkungan.
- Kelestarian kidung di Bali dapat ditempuh dengan cara program kidung sebagai muatan lokal di sekolah. Program ini diberikan dari SD kelas 5 sampai SMA.
- Program ini dapat berjalan dengan lancar apabila pihak-pihak yang bersangkutan yaitu sekolah, masyarakat, dan guru yang mengajar dapat mendukung terwujudnya program ini.
No comments:
Post a Comment